- Taktis Berhaji di Gelombang II
” JIKA saja sampai di Mina dini hari sebelum Subuh, setelah sholat subuh persiapan untuk melempar jumrah hari pertama. Ingat, aturan waktu lempar jumrah aman untuk jamaah haji Indonesia. “
SELALU ada perbincangan, bahwa saat lempar jumrah di Jamarat ada istilah jam-jam afdol untuk lempar jumrah (ula, wusta, Aqobah). Kalau boleh saran, tak usah pedulikan afdol, terpenting – 10 Dzulhijjah sukses lempar Aqobah, – 11 Dzulhijah sukses lempar jumrah Ula, Wusta, Aqobah, dan 12 Dzulhijah juga sukses. Jangan lupa pertimbangan keselamatan menjadi hal yang utama.
Diketahui, seusai Wukuf di Arafah tanggal 8 Juli 2022, menjelang tengah malam para jamaah berada di Muzdalifah untuk mabit atau bermalam. Lewat tengah malam sampai subuh para jamaah menuju ke Mina.
Jika saja sampai di Mina dini hari sebelum Subuh, setelah sholat subuh persiapan untuk melempar jumrah hari pertama. Ingat, aturan waktu lempar jumrah aman untuk jamaah haji Indonesia.
Dengan menyegerakan lempar jumrah hari pertama dan tahalul, membuat kita segera terbebas dari larangan ihram. Selanjutnya, saat melempar jumrah hari kedua dan ketiga, kita sudah bisa memakai pakaian bebas.
Sekedar mengingatkan, sebelum lempar jumroh Aqobah dan tahalul, jangan sampai melanggar larangan ihram. Mulai tidak boleh menutup kepala dengan penutup apapun. Dilarang mencukur rambut atau memotongnya walaupun sedikit, baik rambut kepala maupun rambut lainnya. Tidak boleh memotong kuku, baik kuku tangan maupun kuku kaki.
Kenapa dari pemerintah membuat jadwal lempar jumrah, naga-naganya di persoalan keselamatan. Menjadi teringat, ada banyak kejadian fatal di saat prosesi lempar jumrah, dan mengakibatkan korban manusia. Masih ingat tragedi Mina, Juli 1990
Berbekal dari pengalaman penulis alami saat berhaji di tahun 2005, jauhi sifat sombong, congkak di prosesi lempar jumrah. Doanya, semoga diberi keselamatan melempar jumrah baik hari pertama, kedua dan ketiga. Hindari sikap sombong itu, dengan harapan tidak menuai peristiwa yang menyusahkan kita.
Ceritanya, di tahun 2005, sudah ada ketentuan lempar jumrah bagi jamaah haji Indonesia termasuk jamaah dari Blora. Waktu itu bersama anggota regu yang jumlahnya 7 orang, tanpa menyadari melempar jumrah hari pertama, 10 Dzulhijah disaat kalender ketentuan dari pemerintah diblok merah. Artinya, jam rawan kami bertujuh melempar jumrah.
Awalnya berjalan lancar, lempar jumrah Aqobah sukses. Sempat diantara kami yang berkelakar, “ nyatanya lempar jumrah di jam rawan juga lancar-lancar saja.” Kelakar diantara kami itu saat perjalanan pulang dari Jamarat ke pondokan Mina.
Hingga akhirnya, petaka atau mungkin Allah mengingatkan kami tentang ucapan sombong itu datang. Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba ada sejumlah pasukan keamanan, yang oleh jamaah haji kita istilahkan Askar, menghadang rombongan kami (7 orang). Dan menganjurkan alih jalur.
Begitu jalur pulang dari Jamarat ke pondokan Mina dialihkan, seketika kami bingung arah jalan pulang ke Pondokan. Di sisa-sia tenaga yang ada, kurang tidur, sampai di Mina dinihari, seusai Subuh langsur jalan kaki ke Jamarat yang jaraknya sekitar 7,5 Km, rombongan kami tetap melangkahkan kaki.
Hanya, setiap ketemu dengan orang, bertanya arah pondokan Mina, tak satupun bisa menjelaskan. Bahkan bertanya lokasi terowongan Mina yang menurut kami menjadi salah satu petunjuk yang gampang, tidak satupun dari orang yang kami temu bisa membantu.
Yang agak sedih waktu itu, diantara rombongan kami sudah sepuh dan sempat mengeluh sudah tidak kuat lagi.
Atas kesadaran dari masing-masing anggota rombongan, kami Istighfar bareng, minta ampunan dari Allah apabila ada salah, atau telah sombong. Hingga keajaiban itu muncul, seusai Istighfar, tiba-tiba salah satu anggota rombongan, menunjukan adanya bendera merah putih dengan jarak yang cukup jauh.
Lagi-lagi, di sisa tenaga yang ada, kami bertujuh menghampiri bendera merah putih itu. Ternyata sang pembawa bendera orang asli Madura, dan begitu kami tanya arah pulang ke Pondokan Mina, dengan tersenyum laki-laki asal Madura itu menunjukan lokasi pondokan yang ternyata tidak jauh dari lokasi kami.
Berbagai Musibah
Sekedar untuk informasi dan bahan kajian, berikut rangkuman musibah haji dari sejumlah media. Ada sejumlah musibah yang pernah terjadi dalam pelaksanaan ibadah haji di Mina, kota yang terletak sekitar 5 Km dari Mekah.
Diantaranya, di tanggal 23 September 2015, sekitar pukul 07.00 waktu Mina atau pukul 11.00.WIB, musibah terjadi akibat saling dorong jemaah di area tenda Mina, menuju ke lokasi jumrah Aqobah. Sejumlah jemaah haji meninggal dunia, dan sebagian lagi mengalami luka-luka.
Masih di tahun yang sama, akibat badai yang disertai hujan, sebuah crane atau alat berat konstruksi jatuh di kawasan Masjidil Haram, Mekah, Saudi Arabia, Jumat malam, 11 September 2015. Sejumlah orang dinyatakan meninggal dunia dan sejumlah lainnya luka-luka.
12 Januari 2006, setidaknya ada sejumlah jemaah haji meninggal dunia akibat berdesak-desakan saat melaksanakan ritual lempar jumrah di Mina. Insiden bermula saat koper-koper dari sebuah bus jatuh sehingga jemaah di sekitarnya terhambat dan mengakibatkan mereka terinjak-injak.
1 Februari 2004, sejumlah jemaah haji meninggal dunia dan sebagian lagi luka-luka dalam sebuah insiden di al-Jamarat, Mina. Insiden terjadi sekitar pukul 09.00 waktu setempat.
5 Maret 2001, lagi, sejumlah jemaah meninggal dunia akibat berdesakan di Jamarat.
9 April 1998, Insiden berdesakan dekat Jamarat menewaskan sejumlah jemaah haji. Insiden terjadi saat jemaah menempuh jalan yang menanjak saat melaksanakan ritual lempar jumrah.
15 April 1997, sejumlah calon haji meninggal dunia akibat kebakaran di perkampungan tenda di Mina.
23 Mei 1994, sejumlah jemaah haji, beberapa diantaranya dari Indonesia, meninggal dunia di al-Jamarat saat melakukan ritual lempar jumrah.
2 Juli 1990, lagi sejumlah jemaah dilaporkan meninggal dunia akibat berdesak-desakan dan saling injak di terowongan Haratul Lisan, Mina. Beberapa di antaranya berasal dari Indonesia.
Momen menyedihkan itu diduga kuat terjadi karena jemaah, baik yang akan pergi melempar jumrah maupun yang pulang, berebutan dari dua arah untuk memasuki satu-satunya terowongan yang menghubungkan tempat jumrah dan Haratul Lisan. Dalam kondisi minim oksigen dan panik, mereka saling injak. (Bersambung)
Editor : Daryanto