Setyaki Gugat

oleh -428 Dilihat
oleh
Setyaki : Istimewa
Ucapan pelantikan Dewan

Oleh : Daryanto

SALAH satu sosok Punakawan, Bagong berpikiran, bahwa di jaman wayang Milenial ini, apa yang dilakukan Setyaki bisa diibaratkan Sadumuk Bathuk Sanyari Bumi. Ia membela kebenaran dan sampai kapanpun akan memerangi kepada sosok wayang yang menjadi pecundang. Sehingga Setyaki tetap akan menggugat sampai kapanpun.

Bupati Blora

ADA seribu kejadian menjelang Pilkada di Amarta. Salah satunya, Setyaki, anak dari pasangan Setyajid dan Dewi Wresini itu menggugat Raja Amarta, Sang Puntadewa. Hal itu dilakukan, tokoh wayang yang mempunyai nama lain Wresniwira itu melihat banyak keganjilan di Amarta jelang Pilkada. Salah satunya, tentang kenapa Puntadewa memberi jabatan kepada salah seorang sosok wayang rese, dimana publik Amarta sudah paham betul bahwa sosok wayang rese itu nyata-nyata memusuhinya.

” Saya sendiri kewalahan Gong mengatasi sikap Setyaki. Meski dia adik ipar saya yang juga senapati di Dwarawati,” ujar Kresna ketika didatangi Bagong yang mempunyai profesi baru sebagai Wartawan.

Dikatakan Kresna, bahwa sebetulnya dirinya memaklumi kenapa Setyaki bersikap demikian. Selama ini adik iparnya itu memang menggambarkan sosok yang memancarkan keberanian dan kejujuran. Selain itu diam-diam Setyaki sudah kenyang makan asam garam di dunia perpolitikan, dan kalau sudah tidak salah pernah menghuni Lapas Amarta selama dua kali.

”Kalau menurut Sang Prabu, kira-kira faktor apa yang membuat Setyaki begitu kekeh memegang prinsip?” Tanya Bagong yang memang menyempatkan diri wawancara eksklusif dengan Prabu Kresna untuk membuat judul berita ‘‘ Wisanggeni Menggugat”.

”Kalau menurut saya, apa yang dipersoalkan Setyaki masalah prinsip. Yakni, kenapa sosok wayang rese yang selama ini memusuhi Puntadewa begitu intens. Tidak jarang mengeluarkan kata-kata di publik (melalui beberapa group Whatsapp), dengan kata-kata yang sudah kelewatan. Seperti kata-kata Raja Dungu, Raja penakut dan seabrek perkataan yang benar-benar diluar batas etika. ”

”Jangan-jangan karena buntunya komunikasi, sehingga Setyaki nekad menggugat Wak Kresna ?”

”Persoalannya bukan buntu komunikasi kalau menurut saya, Gong. Karena yang saya tahu jam terbang Setyaki sudah tinggi dibidang politik dan ngemong raja. Menurut saya, justru di persoalan Setyaki tidak menerimakan kenapa Puntadewa mengubah sesuatu yang pakem. Bahkan dikhawatirkan nantinya akan menjadi preseden buruk di Amarta. Artinya, bisa saja ke depan, banyak wayang yang meniru gaya wayang rese itu untuk mendapatkan sesuatu. Seperti jabatan, proyek dan lain-lain di lingkup Kerajaan Amarta.”

Baca Juga :  Wong Gething Ora Kurang Panyacat

” Berarti Setyaki sebenarnya ingin memperjuangkan harkat dan martabat Raja Puntadewa ya Sang Prabu?”

”Ya begitulah !”

”Jangan-jangan ada tendensi lain kenapa Setyaki menggugat itu Pak Kresna ? Seperti iri misalnya, atau juga kepengin mendapat jabatan seperti wayang rese itu?”

”Jauh panggang dari api. Setyaki tidak memiliki sifat kaya begitu. Pokoknya Setyaki menggugat semata-mata karena memperjuangkan harkat dan martabat Raja Puntadewa yang sebagai raja telah dihina mentah-mentahan oleh sosok wayang rese itu. Penghinaan itu dilakukan kepada Puntadewa sebagai pribadi maupun sebagai Raja Amarta.”

Hanya, demikian Prabu Kresna melanjutkan jawaban atas pertanyaan Bagong. Dikemukakan, Setyaki yang memutuskan meninggalkan tanah kelahirannya untuk bergabung dengan dirinya di Dwarawati, dalam melakukan gugatan itu tetap beretika, menghormati hak-hak Puntadewa. Semua itu demi menjaga attitude nya.

”Artinya, sebenarnya Setyaki bisa memaklumi apa yang dilakukan Raja Puntadewa yang memberi kursi empuk kepada kursi empuk itu. Tetapi tidak demikian tekadnya dia tetap akan menggugat kepada wayang rese itu?”

” Begitulah. Tampaknya kepada sosok wayang rese itu, Setyaki tetap akan menggugat sampai ke Neraka pun. Karena ulah dari wayang rese itu sudah di luar batas. Selain menyerang kepada Puntadewa secara pribadi juga atas nama Raja di Amarta, ternyata wayang rese itu juga menyerang pribadi Setyaki dan kawan-kawannya, bahkan juga menyerang 45 wakil rakyat yang duduk di DPR Amarta.”

” Lho memang di Amarta juga ada DPR-nya Wak Kresna. Bukankah Amarta itu Kerajaan?” pertanyaan Bagong kali ini mulai agak slengekan.

”Adalah Gong.Pertanyaanmu itu hlo ada-ada saja! ”

Bagong akhirnya benar-benar puas dengan hasil wawancaranya dengan Prabu Kresna, dan keinginan membuat judul berita ‘ “Wisanggeni Menggugat” semakin bulat. Namun disisi lain bontot dari Punakawan itu, adik dari Petruk, sebelum meninggalkan Dwarawati pikirannya melayang ke jaman Wayang Konvensional.

Bagong paham betul, di cerita wayang konvensional, dalam perjalanan hidupnya, Setyaki menunjukkan keberanian luar biasa dan kesaktiannya juga benar-benar handal dalam bertempur. Untuk itu, pada jamannya, Setyaki mendapat julukan “Bima Kunthing” alias Bima Kecil. Hal itu menggambarkan kekuatannya yang besar sebagaimana Werkudara, meskipun tubuhnya kecil.

Bawor, demikian nama lain Bagong, juga paham betul, saat perang besar Baratayuda, Setyaki menunjukkan kehebatannya dengan membinasakan banyak musuh dengan menggunakan senjata andalannya, Gada Wesi Kuning. Pusaka tersebut merupakan pemberian dari Batara Narada, ketika bertapa.

Baca Juga :  Ketika Sang Kresna Mumet Mengatur Siasat ...

Wresniwira, demikian nama lain Setyaki, tetap bersemangat dan tak gentar menghadapi berbagai tantangan dalam perang Baratayuda. Keistimewaan fisiknya yang unik, dengan mata kedondongan, berkumis, dan potongan rambut kliwir, menjadikan Setyaki sebagai tokoh yang sulit dilupakan dalam legenda pewayangan.

Namun, di cerita wayang konvensional, pada suatu titik di medan pertempuran, Raden Setyaki terlibat konflik dengan tokoh Kurawa, Aswatama, anak dari Durna yang menjadi salah satu panglima perang Kurawa. Aswatama sangat marah karena kehilangan ayahnya dalam pertempuran, dan dalam kemarahannya, ia melancarkan serangan yang sangat ganas terhadap Setyaki.

Dalam pertarungan yang sengit itu, Aswatama menggunakan senjata maha kuat, yakni Brahmastra. Waktu itu, Raden Setyaki, meskipun gagah berani, tidak memiliki cara untuk menghindari serangan dari Aswatama. Brahmastra yang diluncurkan oleh Aswatama menyerang tubuhnya, dan Setyaki pun gugur dalam pertempuran.

Masih dalam cerita wayang konvensional, tampaknya gugurnya Setyaki merupakan salah satu momen yang sangat berduka di kalangan Pandawa di perang Baratayuda. Karena ia adalah salah satu ksatria pahlawan yang berjuang dengan gagah berani untuk kebenaran, tetapi akhirnya harus menghadapi takdirnya yang tragis dalam pertempuran.

” Baik Wak Kresna, saya pamit undur diri. Terimakasih atas waktu dan kesempatan wawancaranya,” Bagong akhirnya membuyarkan lamunannya. Saat pulang, Dalam hati Bagong terbesit pikiran, bahwa di jaman wayang Milenial ini, apa yang dilakukan Setyaki bisa diibaratkan Sadumuk Bathuk Sanyari Bumi. Ia membela kebenaran dan sampai kapanpun akan memerangi kepada sosok wayang yang menjadi pecundang. ***

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.