Polemik SE Bupati No 141/0167
BLORA,topdetiknews.com – Bupati Blora, H.Djoko Nugroho panjang lebar beberkan soal munculnya SE Bupati No. 141/0167 tentang larangan bagi anggota BPD dan perangkat desa menjadi penyelenggara Pemilu (PPK, PPS dan KPPS).
”Tidak ada tujuan lain kecuali saya ingin Pemilukada Blora 2020 benar-benar berkualitas, bersih, termasuk tidak ada money politik,” tandasnya kepada wartawan, Kamis (23/01/2020).
Waktu itu, demikian Kokok, panggilan akrab Djoko Nugroho, menjelang rekrutmen PPK, saya sempat rapatkan dengan para camat tentang potensi “kerawanan” di petugas penyelenggara Pemilu.
”Menimbang beberapa masukan dari Camat bahwa titik potensi “kerawanan” itu ada di perangkat hingga akhirnya kami putuskan untuk melarang. Ya intinya untuk orang yang sudah mendapat kesejahteraan dari pemerintah untuk tidak usah menjadi PPK,” beber Kokok.
Menurutnya, justru esensi tidak disitu, melainkan semua itu karena keinginan untuk menciptakan Pemilukada di Blora yang berkualitas. Mestinya, lanjut Bupati, sebagai Pentahana, dan berkeinginan istri atau keluarga untuk maju, keberadaan perangkat desa akan bisa dimanfaatkan menjadi “tim” pendukung yang kuat.
Namun justru tidak dilakukan dan bahkan melarang. ”Logikanya begitu ! Kenapa potensi yang mestinya bisa saya manfaatkan untuk mendukung tetapi saya larang. Padahal sebagai pentahana saya berkeinginan keluarga atau orang saya maju. Semua itu nantinya agar Pemilu di Blora berjalan baik dan bersih,” beber Kokok.
Dicabut
Sebagaimana diketahui, sebenarnya polemik soal SE Bupati No. 141/0167 tentang larangan bagi anggota BPD dan perangkat desa menjadi penyelenggara Pemilu (PPK, PPS dan KPPS) telah usai. Terhitung mulai Rabu (23/01/2020), SE tersebut dicabut melalui SE No.141/0225.
Di SE yang baru itu, disebutkan dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2020 yang tertib dan kondusif, serta mempertimbangkan ketersediaan SDM yang memadai di masing-masing desa, disampaikan beberapa hal.
Yakni, bagi calon anggota PPK, PPS, dan KPPS, pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2020, dari unsur, ASN, PTT, GTT, pegawai BUMD harus mendapat ijin dari atasan langsung.
Disamping itu yang dari ketua/anggota BPD harus mendapat ijin dari Bupati, yang dalam hal ini didelegasikan kepada camat masing-masing. Untuk yang dari unsur perangkat desa harus mendapat ijin dari Kepala Desa masing-masing sebagai atasan langsung.
Dengan catatan, selama melaksanakan tugas sebagai anggota PPK, PPS dan KPPS, tidak boleh mengganggu tugas pokok kedinasan. Dengan dikeluarkannya SE 0225, Surat Edaran Bupati No.141/0167, tanggal 17 Januari 2020, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Disinggung soal kenapa hanya BPD dan perangkat desa yang dilarang ? Kok ASN dibolehkan dengan catatan atas seijin pimpinan ? Menurut orang nomor satu di Blora itu, sebenarnya dirinya ingin melarang ASN juga, namun pihak KPU yang keberatan.
”Waktu itu KPU menyatakan jangan dilarang semua Pak, nanti KPU akan kerepotan untuk mencari SDM. Jadi saya juga menghendaki hal itu (melarang ASN -red), hanya saja KPU yang tidak mau.”
”Pertanyaan saya,” lanjut Kokok, ”mosok mencari SDM di desa tidak bisa. Banyak yang sarjana yang sudah tentu akan bisa menjadi petugas. Menurut saya berarti pendidikan politik yang dilakukan KPU ke desa-desa tidak jalan.”
Pada bagian lain Bupati Djoko mengungkapkan, dalam rangka menciptakan pilkada yang berkualitas dan tidak money politik, baru-baru ini pihaknya juga nanting ke guru-guru saat ada pemilihan ketua PGRI, yakni berani tidak semua anggota PGRI anti politik uang. ”Hal itu benar-benar saya lakukan.”
Menurutnya, ajakan untuk memerangi politik uang tersebut, sebenarnya untuk memberi kesadaran kepada masyarakat untuk menolak politik uang, agar nantinya juga bisa menekan angka korupsi. (Iwan/C54-red)