- Oleh Daryanto
” YANG paling gres, Blora berhasil menorehkan prestasi di tingkat nasional. Yakni menerima Innovative Government Award ( IGA ) 2022 dari Kementerian Dalam Negeri sebagai Kabupaten Sangat Inovatif. Raihan prestasi itu bukan semata berharap Blora akan mendapat Dana Insentif Daerah (DID) dari Kemenkeu, melainkan, menyitir statement Mendagri Tito, dengan penghargaan itu dapat menjadi acuan bagi masyarakat dalam menilai kinerja para pimpinan daerah. “
MAAF, ini harus saya sampaikan. Selama kepemimpinan Arief Rohman – Tri Yuli Setyowati, Blora berhasil meraih berbagai prestasi gemilang. Hanya, prestasi gemilang itu masih “ternodai” belum maksimalnya reformasi birokrasi.
Berbagai prestasi itu, sebut saja angka kemiskinan di Blora turun dari 12,39 % menjadi 11,53 %. Kerja keras belum selesai memang untuk terus menurunkan angka kemiskinan di Blora.
Wakil Bupati Blora, Tri Yuli Setyowati ST. MM, mengakui hasil itu sebenarnya belum memenuhi target. Target penurunan kemiskinan di Blora tahun 2022 sebenarnya 11,4 %. Untuk tahun 2023 diharapkan, angka kemiskinan di Blora bisa turun secara signifikan.
Yang paling gres, Blora berhasil menorehkan prestasi di tingkat nasional. Yakni menerima Innovative Government Award ( IGA ) 2022 dari Kementerian Dalam Negeri sebagai Kabupaten Sangat Inovatif.
Tidak hanya Blora saja, ada beberapa kabupaten lain yang menerima predikat Kabupaten Sangat Inovatif di ajang IGA Award tahun 2022 ini. Diantaranya Sampang, Lampung Barat, Malang, Pesawaran, Sumedang, Tegal, Bantul, Bangka, Aceh Jaya dan Sidoarjo.
Raihan prestasi itu bukan semata berharap Blora akan mendapat Dana Insentif Daerah (DID) dari Kemenkeu, melainkan, menyitir statement Mendagri Tito, dengan penghargaan itu dapat menjadi acuan bagi masyarakat dalam menilai kinerja para pimpinan daerah.
Diungkapkan Mendagri, masyarakat dapat melihat siapa pemimpin yang baik, yang bagus, dan siap memimpin, dan mana saja yang hanya bekerja rutinitas saja.
Kalau saja nantinya di tahun 2023 Blora akan mendapat DID terkait prestasi itu, (di tahun 2021, Demak berhasil memperoleh Rp 55. 119.926.000) – tentu akan menambah amunisi baru untuk menunjang Sesarengan mBangun mBlora Berkelanjutan. Diketahui, di tahun 2023 Blora juga akan mendapat Dana Bagi Hasil (DBH) Migas sebesar Rp 160 Miliar.
Sepakat dengan harapan Bupati Blora, Arief Rohman, dengan raihan penghargaan tersebut diharapkan akan mampu menjadi penyemangat yang lebih baik lagi. Masih banyak yang harus dievaluasi dan ditingkatkan kembali. Dengan semangat Sesarengan mBangun mBlora Berkelanjutan, inovasi tidak boleh berhenti, seiring dengan perkembangan teknologi.
Berbasis Data
Menjadi sebuah keharusan dan tidak bisa ditawar-tawar, di tahun 2023 untuk memoles Blora lebih maju – arahnya untuk peningkatan pelayanan ke masyarakat – adalah data. Karena sifatnya wajib, pimpinan (Bupati/Wakil Bupati), Sekda, Kepala OPD) harus menolak laporan atau progres kerja dari OPD yang tidak berbasis data.
Kapan mau memperbaiki stunting, kemiskinan, perbaikan DTKS, peningkatan serapan anggaran, molornya pekerjaan fisik, jika semua tidak berbasis data (disertai kajian). Bahkan, jika ada laporan dari bawah yang tanpa ada sajian data yang tanpa kajian, juga harus ditolak. Perintah selanjutnya, data dan kajian segera dilaporkan. Jika ingin memoles dan memajukan Blora.
Maaf, kayaknya, selama ini banyak sekali dalam lingkup tugas pemerintahan yang berjalan tanpa data, baik yang bersifat masa lalu (past), hadiah (saat ini) atau masa depan (future). Jadi hampir bisa dikatakan jalannya sebagian sistem pemerintahan selama ini berjalan tanpa pedoman (guidence) atau meraba-raba alias BUTA!!
Padahal dengan data kita bisa menaklukan persoalan yang ada. Kita bisa mengalahkan siapapun pesaing kita, atau untuk mengejar ketertinggalan – yang alurnya untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem layanan kepada masyarakat.
Sebuah pengalaman hasil studi di Kabupaten Wonogiri, jika ada bawahan lapor ke atasan tanpa membawa data – akan mentah-mentah ditolak pimpinan. Jika di Wonogiri bisa, kenapa di Blora tidak ? Pasti bisa.
Mari kita onceki sejumlah persoalan di Blora yang menghambat untuk ndandani. Verifikasi dan Validasi (verval) Data Terpadu Kesejahteraan Sosial ( DTKS ). Selama ini verval DTKS yang merupakan data induk yang berisi data pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial, penerima bantuan dan pemberdayaan sosial, serta potensi dan sumber kesejahteraan sosial, maaf terkesan jalan ditempat.
Hasil Focus Group Discussion (FGD ) dengan Dinsos, terungkap kendala yang ada, operator di tingkat desa kelurahan “lambat” dalam mengupdate data. Sumber persoalan yang gamblang adalah tiadanya honor di tingkat operator.
Terselip informasi bahwa persoalan anggaran untuk operator dilakukan oleh salah satu kabupaten di Jawa Tengah dan tidak ada permasalahan, kenapa Blora tidak melakukan hal serupa ? Segera sajikan data yang valid disertai kajian, jika memang untuk kelancaran update data perlu memberi honor kepada operator, kenapa tidak.
Soal serapan anggaran, persoalan serapan anggaran, tampaknya penyakit lama yang tidak kunjung sembuh. Di awal anggaran berjalan hingga pertengahan minim serapan, baru di akhir anggaran seolah lari estafet, semua tancap gas untuk menyelesaikan anggaran yang ada. Catatan, ada beberapa OPD yang bisa dimaklumi, misalnya yang kegiatannya didominasi kegiatan fisik, karena alasan teknis serapan anggaran akan maksimal di akhir-akhir tahun.
Solusi untuk menyembuhkan penyakit itu, sajikan data, petakan persoalan – onceki permasalahan dan pada akhirnya solusi atau bikin resep yang cespleng untuk menyembuhkan penyakit.
Menjadi kewajiban semua OPD harus melakukan itu, semua harus berbasis data. Data tidak akan bermakna apa-apa manakala tidak disertai kajian. Harus berani ngonceki masalah, setelah ketemu akar permasalahan tentu harus ditentukan target kapan memperbaiki atau menyelesaikan permasalahan yang ada. Kata-kata bijak, proyek memang perlu – hanya dibalik proyek wajib disertai proyeksi.
Untuk menciptakan inovasi, merupakan tanggungjawab semua (sesarengan). Dengan kata lain tidak bertumpu pada Bupati dan Wakil Bupati. Semua saja, sesuai bidang masing-masing harus sesarengan melakukan pemetaan. Fokus terhadap yang lemah, dianalisa dan perlu perlu digenjot.
‘Setelah memetakan kelemahan, catatan semua harus berbasis data, perlu dibenahi kelemahan yang ada. Ngonceki kelemahan harus, karena dengan ngonceki kelemahan itu tentu akan menjadi baik. Sebuah tuntutan, semua OPD jangan terkonsentrasi berpikir proyek, melainkan harus berorientasi pada proyeksi. *)