Pecah Kongsi 2010 Beda Rasa di Pilkada 2020

oleh -581 Dilihat
oleh

BLORA, topnewsdetik.com – CUKUP mencengangkan adanya kabar, bahkan sudah diberitakan sejumlah media baik cetak maupun online bahwa Bupati dan Wakil Bupati Blora terindikasi pecah kongsi di Pilkada Blora 2020. Masyarakat Blora, terutama di kalangan pemerintahan maupun politikus tentu tidak akan lupa “kejadian” serupa pernah terjadi di Blora pada tahun 2010.

Waktu itu, pasangan Kokok dan Abu Nafi (Kolbu) yang berhasil menang mengungguli dua pasangan lainnya, Yes dan Wali, banyak orang mengistilahkan kongsinya hanya seumur jagung. Dan puncaknya pada Pilkada 2015, Kokok berangkat sendiri berpasangan dengan Arief Rohman sementara Abunafi juga berangkat mencalonkan diri berpasangan dengan HM Dasum.

Dari hasil diskusi dengan beberapa rekan media Blora, diperole simpulan sementara bahwa pecah kongsi menjelang Pilkada 2020 tentu beda rasa dengan saat tahun 2010. Dari sisi waktu saja, di 2010 pecah kongsi terjadi di awal-awal jabatan Bupati dan Wakil Bupati, sementara di tahun 2015 pecah kongsi terjadi di akhir jabatan.

”Meski suasana pecah kongsi itu tentu berdampak luar biasa bagi kalangan ASN di lingkungan Blora bahkan hingga ke pelosok pemerintahan desa. Tidak ketinggalan di sektor swasta, diantaranya di lingkungan kontraktor baik yang selama ini merasakan manis maupun pahitnya mendapat pekerjaan,” beber Hadi, salah satu pegiat media lokal Blora.

Sekedar merefres saja, di Pilkada 2010 pasangan Kokok-Abu (Kolbu) meraub 243,715 suara, pasangan Yudhi Sancoyo dan Sutrisno (Yes) memperoleh 197,277 suara, sementara pasangan Warsit-Lusiana (Wali) memperoleh 39,445 suara. Total suara sah 480,437 suara dan suara yang tidak sah sebanyak 13,41 suara dari DPT yang ada 688,240 suara.

Yang menarik dan sempat menjadi perbincangan publik, hanya beberapa saat “hubungan kerja” Bupati Kokok dan Abunafi tidak harmonis. Dan tampaknya terkesan Kokok singgle fighter dalam menahkodai pemerintahan di Blora .

Dari catatan, sejak 2015 hingga 6 bulan terakhir ini seolah rasanya adem melihat dan mendengar hubungan yang begitu harmonis antara Bupati Blora, H.Djoko Nugroho dan Wakil Bupati Blora, H.Arief Rohman. Tidak hanya itu, menyikapi rencana Pilkada 2020 berhembus Arief akan maju sebagai calon Bupati sementara pasangannya adalah anak dari Djoko Nugroho, Judhan Satriyo Nugroho.

Nada-nadanya hembusan pasangan Arief dan Judhan “nyaris” terwujud, menyusul hasi Pileg 2019 PKB memperoleh 8 kuris sementara Partai Nasdem 7 kursi. Sehingga soal kereta, jaringan dan lain-lain tidak ada persoalan yang berarti.

Hanya saja, seolah bak petir di siang hari bolong, belakangan ini mencuat kabar Bupati dan Wakil Bupati terindikasi pecah kongsi. Kabarnya Bupati Blora, Djoko Nugroho dorong istrinya, Hj.Umi Kulsum maju dalam percaturan Pilkada 2020. Untuk kendaraan partai yang digunakan tentu menggunakan Partai Nasdem dan akan menggandeng dengan partai lain.

Baca Juga :  Terus Berjalan, Inisiasi Calon Tunggal di Pilkada Blora

Meski di mata seorang poitikus asal Blora Barat, Djoko, dirinya sudah menduga sejak awal bahwa ihwal dukungan pihak-pihak tertentu kepada Arief untuk manu nyalon Bupati di suatu saat akan berbalik arah. ”Dan ternyata benar khan ?” ungkapnya.

Kalkulasi

Jika memang nantinya Bupati dan Wakil Bupati Blora benar-benar pecah kongsi, atau dengan kata lain masing-masing berangkat dengan kereta yang berbeda, banyak kalkulasi yang patut diperhitungkan diantara keduanya untuk menjadi pemenang.

Masih lekat diingatkan, statemen seorang politikus asal Jepon bahwa tipikal dari Bupati Kokok benar-benar fighter sehingga jika sudah melangkah apapun akan dilakukan untuk meraih kemenangan. Dan hal itu telah dibuktikan dalam dua kali Pilkada di Blora selalu menjadi pemenang.

Persoalannya sekarang, Kokok tidak berangkat sendiri, namun yang berangkat istrinya, Hj. Umi Kusum (bila memang benar menjadi kenyataan -Red), tentu nuansanya akan lain. Dan bukan tidak mungkin sesuatu yang sensitif yakni serunya black campaign.

Jika dikalkulasi banyak nilai plus dari keluarga pendapa (sebutan awan terhadap keluarga Bupati Kokok -Red). Jaringan luar biasa, finansial juga mendukung. Sekedar catatan saat Pilkada nanti Bupati masih menjabat, dan sudah menjadi rahasia umum potensi “power” di semua kecamatan yang ada di Blora siapa yang punya ?

Hanya, lagi-lagi faktor siapa yang bakal digandeng keluarga Pendapa sebagai calon wakil bupati akan berpengaruh besar ? Banyak kabar yang beredar memang, salah satunya akan berpasangan dengan mantan Plt Sekda Blora, Ir. H. Sutikno Slamet. Namun demikian kabar yang tidak diketahui ujung pangkalnya itu tentu masih jauh api dari panggang. Masih banyak kemungkinan yang bisa saja saja terjadi.

Bagaimana dengan Arief Rohman ? Inilah sosok yang digadhang-gadang membawa poros perubahan menuju Blora yang lebih baik dan berkah. Soal kereta tidak ada masalah, menyusul PKB mempunyai 8 kursi sehingga dalam kondisi terjelek berkoalisi dengan Perindo yang mempunyai satu kursi di DPRD Blora sudah beres. Dengan kata lain soal kendaraan tidak ada masalah yang serius.

Menurut Hadi, soal jaringan boleh saja ada pihak-pihak yang meragukan soal jaringan yang dimiliki Arief. Hanya saja terpantau hampir menyeluruh di pelosok pedesaan, mulai dari petani, peternak dan kalangan agama, Arief mempunyai jaringan yang benar-benar loyalis. ”Itu faktanya. Dan lagi perlu diketahui bisa jadi sosok Arief bisa menyulap peta koalisi partai di Pilkada Blora 2020 mendatang,” tambah Hadi.

Termasuk, tanpa mengenyampingkan sejumlah tokoh yang melamar ke PDI-P baik sebagai calon Bupati maupun Wakil Bupati, tidak menutup kemungkinan PDI-P akan berkoalisi dengan PKB di Pilkada Blora. Imbasnya bisa jadi Arief akan diusung sebagai calon Bupati yang akan berpasangan dengan salah satu kader terbaik yang dipunyai PDI-P.

Baca Juga :  Mereka Tipis” Pilkada Blora 2024  :  Bisa Saja Akan Muncul Tiga Pasang  Calon (1) 

Jika hal itu benar-benar terjadi, ada faktor “X” yang membuat langkah pasangan Arief dengan salah satu kader PDI-P terbaik, sulit terbendung. Untuk penjelasannya tunggu saja pada saatnya nanti. Meski demikian siapa sosok kader terbaik PDIP yang akan dipasangkan dengan Arief juga akan sangat menentukan.

Sayangnya, rencana PDI-P mengumumkan 44 pasangan calon yang akan diusung di Pilkada serentak 2020 diundur. Hal itu lantaran mendesaknya aspek kemanusiaan untuk rakyat, hadirnya kebijakan yang pro untuk lingkungan yang perlu didahulukan PDI-P. Sehingga hingga saat ini masih saja sulit untuk menebak siapa yang bakal mendapat rekom dari PDI-P untuk maju di Pilkada Blora 2020.

Diluar nama Arief dan keluarga “Pendapa”, banyak pihak yang menyampaikan pesan, bahwa peluang sejumlah sosok handal di Blora, seperti H.Abunafi SH, Siswanto Spd, Gunawan S Parji juga tetap besar. Bisa saja nantinya “menyeruak” dan “menawan” jika kelak terjadi situasi yang buntu.

Siswanto sendiri ketika dikonfirmasi tentang peluangnya ikut di Pilkada Blora, menyatakan pihaknya tidak pernah berpikir ke arah itu. Pasalnya dari partai sendiri sudah ada ketentuan dan kebijakan.

”Kalau keinginan dari arus bawah memang berharap saya ikut maju. Namun, bagi saya terpenting saat ini terus terjun ke masyarakat melakukan sesuatu hal yag bermanfaat,” ujar salah satu Wakil Ketua DPRD yang juga Ketua DPD II Golkar Blora itu.

Kembali ke persoalan pecah kongsi, justru yang saat ini menjadi perbincangan banyak pihak di Blora adalah soal sampai-sampai adanya perintah penghentian penyaluran dana Baznas sementara, dan nantinya akan kembali disalurkan usai Pilkada Blora.

Pihak-pihak itu mempertanyakan, jika perintah itu dijalankan dan jika sampai ada warga yang mendapat bencana rumahnya roboh diterjang angin atau terbakar dan membutuhkan bantuan segera, apakah harus menunggu hingga Bupati yang baru nanti ?

Selama ini, di beberapa peristiwa yang mengakibatkan sejumlah warga membutuhkan uluran tangan, Baznas selalu turun ke lapangan untuk menyerahkan bantuan. Termasuk salah satu diantaranya Baznas sering melakukan bedah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) tersebar di sejumlah desa di Blora. (Anto/C-66)

Tinggalkan Balasan