ANGGOTA DPRD Blora yang satu ini, Santoso Budi Susetyo, S.Sos, terkesan tidak pernah kering ide memaknai realitas yang ada. Ha yang kecil, seperti “ngopi”, dimana seperti di banyak daerah lainnya, di Blora sangat kental dan populer, menggelitik idenya. ”Alangkah indahnya jika budaya yang sangat populer tersebut dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif,” paparnya.
Menurutnya, “ngopi” merupakan kebiasaan yang populer. Tua muda, kaya miskin , pejabat, rakyat, intelek awam, pria wanita, terbiasa pakai kata “ngopi” dan terlibat aktivitas ngopi itu sendiri. Sehingga, “Ngopi” seolah menjadi kata pengganti dan berkonotasi pertemuan, ngobrol, rehat, santai”. Semua itu muaranya budaya ngopi menggambarkan suasana cair, akrab dan tidak serius.
Pada masyarakat desa aktivitas ngopi ini menjadi kegiatan rutin dan “wajib” terutama bagi kaum pria. Kalau dirata-rata mungkin bisa ada satu warung kopi setiap RT, jadi yang namanya warung kopi ( warkop ) akan sangat mudah kita menemukannya.
Setiap warkop biasanya mempunyai “member” tetap, karena yang datang memang sudah langganan setiap hari, bakul warungnya sampai hafal jenis minumnya, komposisinya, bahkan waktu dan gaya minumnya. Sebaliknya, pelanggan ini juga otomatis tahu berapa harus bayar tanpa harus menyebutkan apa yang sudah dimakan dan diminumnya.
Walaupun istilahnya ngopi tetapi ternyata yang diminum tidak harus kopi, bisa teh atau minuman lainnya bahkan mungkin sekedar rokok dan ngobrol saja. Dengan uang tidak sampai lima ribu rupiah mereka bisa di warkop berjam jam, ini yang menjadikan kursi kayu jati menjadi licin dan mengkilap. Sebagian dari mereka bisa “marung” sampai tiga kali dalam sehari.
Menjadi Budaya
Ngopi seolah sudah menjadi budaya dan mendarah daging pada masyarakat kita, merasa ada yang kurang jika belum ngopi di warkop, padahal bisa jadi di rumah sudah tersedia minuman yang sama, tapi rasanya tidak marem kalau belum ke warkop. Warkop menjadi tempat berkumpul, berbincang dan menjadi hiburan. Warkop bisa menjadi lalulintas yang padat guyon, obrolan, gosip dan juga informasi, dari tema yang remeh sampai yang serius, dari persoalan warga, kampung sampai dengan berbagai issue politik, yang jelas semuanya aktual.
Ngopi seperti ini bisa dimanfaatkan untuk bersosialisasi dan menjalin keakraban dengan tetangga dan warga, juga bisa mendapatkan informasi teraktual. Bahkan tidak jarang di warkop ditempel pengumuman kegiatan warga misal kegiatan RT ataupun kegiatan lainnya.
Fenomena ngopi seperti ini bisa diambil manfaatnya oleh siapapun. Misal bagi ketua RT dan tokoh bisa menjadi sarana yang efektif untuk menyampaikan ide dan programnya. Ngopi seperti ini adalah peluang untuk mendekat dan akrab kepada masyarakat, kesan naturalnya sangat kuat, lebih bisa diterima dan ikatan emosionalnya lebih kuat dibanding pertemuan formal lainnya. Supaya ngopinya tetap asyik dan efektif, tempatkan diri dengan bijak dan proposional. (Urip Daryanto)