Ngalah, Ngalih, Ngomong, … “Ngamuk”

oleh -117 Dilihat
oleh
Ucapan pelantikan Dewan

Oleh : Daryanto

” DALAM posisi diserang, manakala kita sudah ngalah, ngalih dan ngomong, namun tetap saja difitnah dan dijelek-jelekkan, tidak salahnya jika kita ngamuk di kemudian. Kalau ada yang bertanya apa bentuk ngamuk itu, tentu saja tidak bisa dijelaskan. ”

Bupati Blora

SETIAP menjelang Pilkada menjadi kelaziman akan ada nuansa atau aroma saling menyerang, tebar fitnah, mencari celah dan lain-lain. Bagi politikus, baik yang nyalon maupun pendukungnya, hidup ini adalah pilihan. Nyalon maupun mendukung calon, juga merupakan suatu pilihan dengan segala konsekuensinya.

Dan sejatinya, tanpa menjadi politikus pun, toh di setiap harinya, sejak bangun tidur sampai kembali ke pelukan kasur dan bantal maupun guling, hidup kita dihadapkan pada serangkaian pilihan dengan segala konsekuensinya.

Bagi politikus ( calon dan pendukungnya) sudah keruan akan berada dalam sistem. Bagaimana dengan orang tidak politikus yang tidak bisa menghindar dari sistem baik secara sadar atau tidak sadar ? Bukankah fakta yang ada, mulai dari ASN, pengusaha, kontraktor dan berbagai profesi, saat Pilkada tanpa bisa memilih akan terbawa dalam iramanya. Celakanya, di beberapa tataran saat terbawa irama itu, orang yang tidak politikus itu terjebak dalam situasi tanpa akhir.

Kalau boleh memilih, saat terjebak dalam situasi yang tidak bisa memilih itu, kita-kita ini sebenarnya berharap menemukan jalan keluar. Sehingga bisa tidur nyenyak malam tanpa merasa jadi bagian dari hiruk pikuk Pilkada yang jalannya berliku dan peluang tersesat cukup besar.

Hidup ini adalah pilihan. Hanya, mosok hidup yang hanya sekali ini kita harus main dua kaki demi mencari selamat ? Lebih parahnya lagi mosok kita harus menjadi pecundang ?

Sebuah pesan moral untuk calon maupun pendukung, kenapa tidak kita meraih kemenangan dalam sebuah kontestasi dengan cara santun. Sehingga baik bagi calon maupun pendukung tetap mengutamakan simpati pemilih dengan cara membuat program dan gagasan saat berkontestasi

Baca Juga :  Tegur 67 Kepala Daerah Terkait Netralitas ASN

Jangan malah sebaliknya, demi menggaet pemilih harus menjelek-jelekkan orang. Menebar fitnah kepada calon lain dan pendukungnya. Sementara kejelekan, kekurangan, celah pada dirinya sendiri cukup menganga tanpa pernah mau mengoreksi. Kalau ditertawain cecak.

Bagi calon yang berposisi dijelek-jelekin, difitnah, dan dicari celah kesalahan, ada falsafah Jawa yang bagus ni untuk dipakai sebagai panduan bersikap. Yakni, Ngalah, Ngalih, Ngomong, Ngamuk dan kalau perlu Rekataak.

Karena sejatinya ngalah itu luhur wekasane. Yang penting audien paham kok tentang prestasi kita. Toh direndahkan tidak lantas membuat kita akan serendah sampah. Sebaliknya, jangan sampai dengan dipuji membuat kita terbang sampai ke langit.

Yang namanya intan, meski dipendam didalam lumpur, sampai kapanpun tetap intan. Sebaliknya, yang namanya besi karat, meski disepuh dengan emas 24 karat, tidak lama kemudian orang akan tahu bahwa sejatinya itu hanyalah besi yang sudah berkarat.

Ngalih

Kalau kita sudah ngalah tetap saja difitnah dan dijelek-jelekan, lebih baik kita ngalih (pindah). Ngalih, berpindah ruang dengan tetap fokus pada program dan gagasan memajukan daerah, akan mengurangi sakit hati dan tidak memunculkan pikiran untuk dendam.

Hanya, kalau sudah ngalah dan ngalih, kita tetap saja dijelek-jelekan dan difitnah, sudah saatnya kita harus ngomong. Bagi calon misalnya, kita ngalih dan sudah saatnya ngomong, ngomong lah. Seperti, bahwa keinginan nyalon karena ingin membangun daerah, gagasan saya ini, program saya ini.

Tidak ada salahnya, kita ngomong tentang capaian kinerja. Mulai dandan jalan jelek sudah seberapa, komplit dengan biaya yang sudah dikeluarkan. Kalaupun belum rampung, dan oleh calon lain yang dibesar-besarkan jalan yang belum rampung dibangun itu, ngomong saja, bahwa ada sejumlah kendala baik anggaran maupun faktor lainnya. Terpenting perlu ngomong juga, bahwa ke depan program melanjutkan pembangunan jalan jelek itu tetap menjadi skala prioritas.

Baca Juga :  Saatnya Tagih Visi Misi dan Pakta Integritas 

Dalam bidang peningkatan SDM Birokrasi, jika diomongin yang setengahnya nyindir, ngomong dan dijelaskan pula sejauh mana selama ini telah mengupayakan peningkatan SDM birokrasi itu. Termasuk ngomong juga, program peningkatan SDM tersebut tidak sebatas di jajaran birokrasi, melainkan sudah dilakukan sampai ke tingkat desa ( kades dan perangkat desa).

Dan kalau ada serangan lain-lain, sudah ngalah dan tidak meladeni namun tetap saja dijelek-jelekkan, difitnah, ngomong saja dengan dukungan data. Istilahnya by data, sehingga tidak dianggap hanya ngecap atau klaim. Kalau pengen omongan kita tidak seperti berteriak di tengah badai sehingga tidak terdengar karena tersapu angin, kuncinya semua yang kita omongkan harus disertai data.

Kita sudah ngalah, ngalih dan bahkan ngomong, namun tetap saja difitnah, dijelek-jelekkan, saatnya kita niteni untuk bahan “ngamuk” di kemudian. Ngamuk dimaksud bukan berarti dalam ranah dendam, karena sejatinya sabar itu juga ada batasnya.

Manakala kita sudah ngalah, ngalih dan ngomong, namun tetap saja difitnah dan dijelek-jelekkan, tidak salahnya jika kita ngamuk di kemudian. Kalau ada yang bertanya apa bentuk ngamuk itu, tentu saja tidak bisa dijelaskan. ***

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.