Selain itu, di tingkat kabupaten yang notabene dana atau anggaran untuk penanganan Covid -19 sudah ada dan jumlahnya mencapai Rp 61 miliar, ada kesan penanganan kasus Covid-19 di Blora lambat.
Misalnya, tentang penanganan warga yang sudah terpapar covid -19 kenapa tidak dilakukan isolasi di rumah sakit dan baru dipulangkan saat hasil swab testnya negatif hingga dua kali test.
”Kejadian yang sudah ada, ada warga di wilayah Kecamatan Cepu yang sudah positif hasil swabnya, diisolasi di rumah itupun tanpa penanganan yang memadai dari tenaga medias. Dan kurang memenuhi rasa kemanusiaan.”
Untuk penanganan warga maupun tenaga medis yang sudah positif rapid test, kenapa harus dilakukan secara mandiri. Toh selama ini juga sudah disepakati untuk warga akan diisolasi di Klinik Padma, dan tenaga medis akan diisolasi di sejumlah hotel yang telah ditunjuk.
”Untuk warga yang positif rapid test lebih dari 8 orang, yang diisolasi baru dua. Demikian juga jumlah tenaga medis yang positif rapid test, yang menjalani isolasi di hotel juga masih minim dibanding kasus yang ada,” tambah Jojok.
Sementara itu Sekretaris FKPC, Rori mengemukakan, soal bantuan kepada warga terdampak Covid. Selama ini juga kurang maksimal, gegara pihak desa pun juga ragu-ragu mau menggunakan dana desa lantaran belum ada payung hukum yang jelas.
”Ini bagaimana, semua butuh gerak cepat, sehingga antisipasi penyebaran covid -19 bisa maksimal dan bantuan kepada warga terdampak covid-19 di seluruh desa di Blora juga bisa segera dilakukan,” papar Asrori.
Terpisah Kepala Dinkes Blora, Lilik Hernanto SKM Mkes baru-baru ini menyatakan, tidak benar jika salah satu pasien Kentong, Cepu yang isolasi mandiri tidak mendapat perawatan dari Tim Medis.
”Tidak benar kalau ada yang mengatakan tidak mendapat perawatan. Tim medis sudah bekerja maksimal dan optimal. Yang namanya memantau, memberi perhatian tidak harus ketemu langsung,” jelas Lilik baru-baru ini. *)
Penulis : Muji
Editor : Daryanto