Memaknai  WTP Tidak  Sebagai Want To Pamer

oleh -1400 Dilihat
oleh
Foto : dok

” UNTUK kesembilan kali Pemkab Blora berhasil meraih WTP dari BPK RI. Yang penting dan harus disadari semua pihak, memaknai raihan itu bukan sebagai ajang pamer atau jumawa, seperti yang tengah gaul di kalangan muda saat ini, dimana WTP dimaknai sebagai singkatan dari Want To Pamer atau ingin pamer. ”

LUAR biasa, Pemerintah Kabupaten Blora kembali meraih penghargaan predikat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) –  Inqualified Opinion – dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Penghargaan tersebut merupakan  kesembilan kalinya diperoleh Blora secara berturut-turut atas pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).

Opini WTP yang diraih Blora  menunjukkan bahwa LKPD Pemerintah Kabupaten Blora pada tahun 2022 telah disajikan secara jujur, transparan, akuntabel, dan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia.

Hal itu  merupakan prestasi yang membanggakan bagi Pemerintah Kabupaten Blora dan menunjukkan komitmen mereka dalam mengelola keuangan dengan baik.

Yang penting memaknai raihan itu bukan sebagai ajang pamer atau jumawa, seperti yang tengah gaul di kalangan muda saat ini, dimana WTP dimaknai sebagai singkatan dari Want To Pamer atau ingin pamer.

Jangan latah seperti bahasa gaul itu. WTP adalah singkatan dari want to pamer atau ingin pamer.  Pamer diterima di universitas impian, berhasil mendapat tiket konser artis favorit, pamer mendapat diskon besar-besaran saat memesan makanan via online. Atau sangat disayangkan jika ingin pamer saya paling hebat, paling bersih dan paling bisa.

Karena sejatinya, WTP atau Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion) adalah predikat tertinggi yang diberikan oleh  auditor eksternal, dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan, terhadap laporan keuangan  Pemerintah  Daerah.

Predikat ini diberikan bilamana penyajian laporan keuangan sudah dilakukan secara wajar  dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku (SAP).

Semua butuh proses, karena sejatinya tidak mudah untuk bisa mencapai predikat itu. Banyak faktor yang harus terpenuhi untuk bisa  mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK selaku lembaga independen.

Pertama, materi laporan keuangan yang disajikan kepada BPK-RI untuk di audit  harus benar-benar diperoleh melalui proses akuntansi yang wajar dan sesuai dengan aqidah yang ada  dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).

Semua akun yang ada dalam LRA dan Neraca harus  dapat diyakini kebenarannya oleh auditor. Harus didukung dengan bukti  pendukung yang akurat dan akuntabel.

Selanjutnya, semua transaksi yang terjadi, baik itu yang menyangkut  dengan pendapatan maupun belanja serta pembiayaan daerah harus betul-betul memperhatikan asas  kepatuhan, obyektif, tidak ada unsur KKN dalam proses perencanaan maupun pelaksanaannya.  Semua program dan kegiatan yang direncanakan harus didukung dengan Sistem Pengendalian Intern  (SPI) yang baik.

Sekedar diketahui,  berikut,  empat jenis opini BPK, yakni,  pertama, opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion adalah hasil yang menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa Auditor BPK telah menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Opini WTP adalah impian dan kebanggaan institusi baik pusat dan daerah, sebab institusi yang bersangkutan dapat mengekspresikan akuntabilitasnya sebagai entitas kepada para stakeholdernya (publik/masyarakat).

Baca Juga :  Akankah Slogan Blora Menjadi ASRI ?

Selanjutnya, kedua opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau qualified opinion adalah hasil yang menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa Auditor BPK menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

Ketiga, opini Tidak Wajar (TW) Opini Tidak Wajar atau adverse opinion adalah hasil yang menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa Auditor BPK tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Terakhir, keempat, Tidak Memberikan Pendapat (TMP) BPK juga bisa memuat pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion) atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP) yang berarti Auditor BPK tidak menyatakan pendapat atas laporan apabila lingkup audit yang dilaksanakan tidak cukup untuk membuat suatu opini.

Teamwork Mantap

Keberhasilan memperoleh predikat WTP, bisa disimpulkan bahwa teamwork pemerintahan di Blora mantap.  Komitmen yang kuat dari semua pihak dari pemangku kepentingan yang mantap. Bahkan bukan hanya komitmen, tetapi juga kerja keras, kemauan dan kesungguhan.

Karena untuk bisa mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance) didukung oleh banyak faktor,  diantaranya adalah tata kelola keuangan yang baik.                

Mewujudkan tata kelola keuangan yang baik, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dokumen  anggaran, pengawasan dan pertanggungjawabannya. Banyak pihak yang terkait,  dimana semua pihak harus bekerja bersinergi sesuai dengan bidang tugasnya. 

Pengelolaan keuangan yang baik merupakan  tanggungjawab bersama yang terefleksikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.  Tugas  penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah memang merupakan tugas Satuan Kerja  Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD).

Hanya  untuk memperoleh opini WTP adalah tugas dan  tanggungjawab semua pihak yang terkait dengan pengelolaan keuangan, mulai dari Kepala Daerah  selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah, Sekretaris Daerah selaku koordinator

Pengelola Keuangan Daerah dan sekaligus bertugas memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah  (TAPD), Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) dalam kapasitasnya selaku Pejabat  Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dan Bendahara Umum Daerah (BUD), Kepala Satuan Kerja, Perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna anggaran, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK),  Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran dan semua yang terlibat dalam proses perencanaan,  pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBD.

Apabila semua bekerja dengan koridor atau on the track yang telah  ditetapkan dengan disertai dukungan penuh dari legislatif, maka opini WTP  akan bisa diraih. 

Baca Juga :  Punakawan Dadu

Untuk mempertahankan predikat WTP yang telah diraih Pemkab Blora, sederhana sebenarnya, yakni semua pihak komitmen untuk memulai dari hal- hal kecil, seperti memulai membiasakan yang benar. Bukan malah sebaliknya, membenarkan hal-hal yang sudah biasa.

Sejatinya juga perlu disadari bersama, bahwa akhir yang tinggi, keberhasilan memperoleh predikat WTP kesembilan kali, dimulai dari awal yang rendah. Tidak ada orang di dunia ini begitu menebar benih langsung muncul pohon yang tinggi dan menikmati hasilnya.

Sendiko dawuh Romo, Dr. KH Ahmad Darodji Msi (Ketua Umum MUI Jawa Tengah). Semua berproses,  kalau kita  menebar benih maka akan muncul bibit pohon yang kecil dan rendah. Kemudian berproses tumbuh lalu menjadi besar dan tinggi. Kita menjadi seperti sekarang ini juga dimulai dengan menjadi bayi dengan tinggi hanya beberapa puluh sentimeter.

Setelah melewati proses kita menjadi dewasa dengan ketinggian di atas 150 cm. Kita sekolah mulai dari SD atau TK kemudian setelah berproses kita lulus S1, S2, dan S3, bahkan sebagian menjadi profesor dan seterusnya.

Seseorang yang menduduki posisi tertentu dan kepadanya akan diberikan posisi yang lebih tinggi biasanya diminta untuk mengikuti penataran atau upgrading atau pendidikan penjenjangan dan sebagainya.

Semuanya itu menggambarkan bahwa untuk menjadi ”sesuatu” atau menjadi ”orang” harus melewati proses. Tidak ada yang ujug-ujug.

Ada juga predikat yang disematkan kepada mereka yang menerima posisi lebih tanpa melewati proses penjenjangan di atas dengan istilah ”karbitan”. Tentu istilah ini adalah sindiran dan tidak kita harapkan.

Dan kalau dia ambisius untuk itu, padahal grade-nya belum mencapai, maka para sepuh menamakan yang begitu itu dengan ”durung pecus keselak besus”, yang artinya, belum saatnya sudah ingin nama besar atau posisi yang tinggi.

Kembali kepada pitutur kita bahwa dari endhek wiwitane akan mencapai dhuwur wekasane ini alami dan manusiawi sehingga semua orang akan menerimanya sebagai kewajaran. Sukses harus dimulai dengan langkah awal. Ya tekun ya prihatin.

Untuk mencapai sesuatu dibutuhkan kerja keras, ada struggle yang kuat. Sekali lagi tidak ujug-ujug. Keberhasilan setelah kerja keras begini pasti akan dinikmati dengan kepuasan hati. Dan akan menjadi contoh positif bagi orang lain. *)

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.