” TIADA gading yang tak retak. Masih banyak lubang selama pemerintahan Arief Rohman ini. Salah satunya soal reformasi birokrasi, karena sejatinya selama ini orang nomor satu di Blora itu seolah lari sendirian, sementara ada kesan birokrasi keponthal-ponthal untuk mengikutinya. ”
TIDAK diragukan lagi, Blora memang dekengan pusat. Salah satu buktinya, dua ruas jalan kabupaten di Blora Selatan, yakni – Jalan Temulus (Randublatung) – Sumber (Kradenan), dan jalan Wulung (Randublatung) – Klatak (Jati), saat ini dibangun oleh Kementerian PUPR. Sumber dananya Inpres jalan.
Belum lagi, ruas jalan Blora – Purwodadi juga mendapat anggaran inpres jalan sebesar Rp 156 Miliar dan di bulan September 2023 ini segera dibangun. Saat ini pekerjaan tengah berjalan.
Ada 4 paket peningkatan jalan di Jalan Purwodadi – Blora. Yakni sepanjang 12 Kilometer, mulai Jalan Lingkar Utara Purwodadi sampai Ngawen, Blora. Jalan yang saat ini masih beraspal akan diganti dengan rigid beton tanpa tulangan.
Jalan akan diperlebar menjadi 8,2 meter. Bahu jalan juga diperkeras, kanan kiri masing-masing 1,4 Meter.
Paket 2A, 2B dan 3 memiliki panjang sekitar 8,9 Kilometer, yakni dari depan kantor Kecamatan Tawangharjo hingga Ngawen Blora. Paket 2A sepanjang 2,6 Kilometer dimulai dari depan kantor Kecamatan Tawangharjo hingga Desa Sambirejo, Kecamatan Wirosari senilai Rp 39 Miliar.
Paket 2B sepanjang 2,9 kilometer dengan nilai anggaran sebesar Rp 36,9 Miliar. Paket 2B dari Sambirejo sampai Wirosari. Sedangkan paket 3 sepanjang 3,4 Kilometer dari Wirosari sampai Ngawen, Blora senilai Rp 40 Milyar.
Atas keberhasilan itu, orang Jawa bilang Bupati Blora saat ini pantas jika dijuluki sosok orang yang digdaya tanpa aji. Terlepas dengan segala kekurangan yang ada, baik selaku pribadi maupun sebagai kepala daerah.
Orang nomor satu di Blora itu, H. Arief Rohman, mengkalim dibanding daerah lain di Jawa Tengah, Blora itu yang paling banyak mendapat dana Inpres Jalan untuk membangun infrastruktur.
Keberhasilan itu sejatinya buah dari usaha tidak kenal lelah dari Bupati Blora saat ini, untuk melakukan loby-loby ke pusat. Sehingga, dua jalan kabupaten yang rusak bertahun-tahun dapat bantuan pembangunan dari pusat, besarannya senilai hampir Rp 50 Miliar.
Usaha untuk mewujudkan mimpi masyarakat Blora untuk mempunyai jalan yang bagus, tampaknya terus dilakukan. Seperti, Blora saat ini juga sedang mengupayakan bantuan dari pusat untuk pembangunan ruas jalan Randublatung – Getas – Batas Ngawi dan Cabak – Bleboh. Harapannya secepatnya ikut dapat anggaran Inpres Jalan tahap selanjutnya.
Blora sendiri telah mengajukan 5 (lima) ruas jalan kabupaten yang rusak agar dapat bantuan anggaran Inpres. Diantaranya, jalan Temulus – Sumber, Wulung – Klatak, Randublatung – Getas batas Ngawi dan Cabak – Bleboh.
Namun pada tahap awal ini baru Temulus-Sumber dan Wulung-Klatak yang disetujui senilai total Rp 47 Miliar. Rinciannya untuk Wulung – Klatak, dengan panjang pekerjaan rigid 5,570 Meter x 6 Meter, 446 Meter x 4,5 Meter dan aspal 275 Meter x 4 Meter (oprit keluar masuk jembatan).
Termasuk pekerjaan gorong-gorong ( box culvert ) ada 7 titik. Sedangkan Temulus – Sumber panjang pekerjaan rigid 4.413 Meter x 6 Meter, gorong-gorong ( box culvert) ada 5 titik, dan U ditch ( drainase ) 840 Meter.
Digdaya
Dalam bahasa Jawa, arti digdaya tanpo aji adalah digdaya tanpa pusaka. Sebuah kedigdayaan tanpa jurus, jimat, atau ilmu. Dan nampaknya pemimpin Blora saat ini dalam memajukan Blora tidak mengandalkan hal itu (senjata, pusaka, atau mantra-mantra tertentu).
Bergantung dengan amanah dari masyarakat, memanfaatkan relasi yang ada, tak pernah kenal lelah terus menyisir celah-celah yang ada, dan terakhir selalu menyertakan kepasrahan diri dan kepercayaan pada Yang Maha Kuasa.
Pekerjaan rumah untuk Bupati saat ini masih banyak, untuk itu, sekedar suport jangan pernah berhenti dalam mengupayakan kemakmuran warga Blora.
Blora itu mayoritas warganya sebagai petani, separo wilayahnya hutan, sehingga terpetakan, kalau bicara masalah potensi Blora itu ya di bidang pertanian, holtikultura, dan peternakan.
Sebagai penghasil jagung terbesar kedua di Jawa Tengah, dan populasi sapinya terbesar di Jawa Tengah, yakin hampir ada 280.000 ekor, persoalan menjadi jelas. Kenapa tidak, ke depan, Blora akan berhasil mentargetkan sebagai daerah penghasil sektor pangan.
Mengembangkan sektor pertanian berbasis organik tentu akan terbuka lebar, karena kesempatan mengkolaborasikan potensi peternakan menjadi mata rantai menghasilkan pupuk organik menjadi sebuah keniscayaan.
Warga Blora, meski tidak seluruhnya, maghfum jika di awal pemerintahan Arief – Tri Yuli, kondisi infrastruktur Blora mlenyek. Kendala utama yang ada di Blora waktu itu memang di persoalan itu.
Sehingga sangat pas jika Arief Rohman mengusung tagline dalan alus banyune lancar terus dalam pemerintahannya. Dan kini masuk tahun ketiga politikus dari PKB itu mencoba mewujudkan itu.
Seluruh potensi dilakukan untuk membangun infrastruktur di Blora. Mulai dari pinjaman, APBN P, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten. Terhitung hingga saat ini tak kurang sudah Rp 600 Miliar digelontorkan untuk membangun jalan. Semua itu untuk membangun jalan menjadi lebih baik sepanjang 250 Km.
Harapannya, ke depan memprioritaskan pembangunan infrastruktur harus dilanjutkan. Karena menjadi keniscayaan, dengan infrastruktur baik, sektor lain akan bergerak. Termasuk potensi UKM akan akan tumbuh.
Tetap on the track. Untuk membangun Blora harus kolaborasi memanfaatkan potensi yang ada. Karena selama ini hal itu sudah terbukti hasilnya. Memanfaatkan diaspora yang sukses, seperti Wakapolri dan Kadiv Propam dan sejumlah diaspora lainnya benar-benar jurus ampuh untuk membangun Blora.
Dan hal itu sebagai bukti nyata manifestasi semboyan Sesarengan mBangun Blora. Karena sejatinya untuk membangun Blora tidak bisa sendirian.
Terus berjuang Mas Arief, supaya tahun ini, jalan kabupaten yang menembus daerah pedalaman – Randublatung – Getas – Ngawi – Blora Selatan bisa dibangun dengan Inpres Jalan. Jika ini terwujud, tentu pertumbuhan ekonomi di Blora Selatan akan sangat baik.
Tiada gading yang tak retak. Masih banyak lubang selama pemerintahan Arief Rohman ini. Salah satunya soal reformasi birokrasi, karena sejatinya selama ini orang nomor satu di Blora itu seolah lari sendirian, sementara ada kesan birokrasi keponthal-ponthal untuk mengikutinya.
Bagaimanapun, sudah waktunya melakukan penilaian kinerja masing-masing kepala OPD yang di Blora. Basisnya tetap kinerja untuk melakukan evaluasi yang gol settingnya sebagai dasar untuk melakukan penyegaran.
Ke depan bagaimana kepala OPD jualan ke Bupati pada persoalan kinerja, bukan semata menjual rembug manis dengan tujuan untuk mempertahankan posisinya. ***