Oleh : Ki Daryanto
” KRESNA turun tangan menggelar jumpa pers terkait “mendung” di Amarta. Hal itu perlu dilakukan untuk memberi pencerahan kepada Yudhistira, raja Amarta yang tengah “ewuh aya ing pambudi” dalam menata kabinet, para pembantu utama dalam menjalankan pemerintahannya.”
DAN akhirnya Kresna turun tangan menggelar jumpa pers terkait “mendung” di Amarta. Hal itu perlu dilakukan untuk memberi pencerahan kepada Yudhistira, raja Amarta yang tengah “ewuh aya ing pambudi” dalam menata kabinet, para pembantu utama dalam menjalankan pemerintahannya.
‘’Masalah saran saya dipakai atau tidak itu sepenuhnya hak prerogatif Raja Yudhistira, hanya selaku penasehat saya perlu untuk memberi saran masukan,’’ ungkap Kresna kepada para wartawan yang wilayah tugasnya di Amarta dan sekitarnya.
Para wartawan juga menganggap wajar jika Kresna merasa terpanggil untuk turun tangan dengan kondisi yang ada di Amarta. Karena sosok Kresna adalah salah satu penasihat utama Pandawa. Berbagai peperangan atau pertandingan dimenangkan Pandawa atas cara-cara dan nasihat dari Kresna.
Salah satu yang patut dicatat adalah peristiwa tewasnya Durna, guru para Pandawa dan Kurawa yang berperang di pihak Astina.
Menjawab pertanyaan Wartawan Purbocarita dari media Astina.Com, Kresna mengatakan, praktik balas budi, memang biasanya dilakukan Raja terpilih terhadap jajaran pegawai yang sudah membantu pemenangannya. Sebaliknya, praktik balas dendam dialamatkan kepada birokrat yang mengambil posisi berseberangan dengan paslon terpilih atau mendukung lawan politiknya.
‘’Namun kalau saya boleh saran, praktik tersebut jangan terjadi di Amarta. Saya mengingatkan Raja terpilih untuk tetap memilih orang-orang yang kompeten dan mengabaikan persoalan dukung-mendukung. Hal itu dapat menjadi blunder kebijakan,’’ papar Kresna.
‘’Bukankah sudah semestinya Raja terpilih tetap mengedepankan praktik balas budi, karena sejarah di Amarta sebelumnya juga terjadi demikian,’’ tanya wartawan Astina.Com
Dengan bijak Kresna menanggapi pertanyaan itu. Ditandaskan, sebaiknya hal itu tidak terjadi di Amarta. Karena dengan mengabaikan kompetensi, kinerja, dan integritas justru akan menggagalkan program-program pembangunan yang dijanjikan dalam masa kampanye. ‘’Dan jika itu terjadi, akan mencoreng karir politik sang Raja.’’
‘’Bagaimana jika Raja Amarta tetap tidak mengindahkan nasehat Anda,’’ tanya sang wartawan kembali.
Kresna menegaskan, jika menemukan proses mutasi jabatan yang tidak sesuai prosedur dan terindikasi praktik balas budi, dirinya tetap akan melakukan intervensi. “Kalau memang bisa saya akan mati-matian berusaha membatalkan. Misalnya, promosi tidak melalui seleksi terbuka, tidak ada pansel, tidak ada uji kompetensi, dan lain-lain,” ucapnya.
Kabar Burung
Konferensi Pers yang digelar Kresna akhirnya usai dengan masih menyisakan banyak pertanyaan di kalangan para wartawan yang ada di lingkungan Amarta. Ada yang mempunyai pendapat, kalau saja Yudistira sedikit mengikuti ritme balas budi dalam menata pejabat di lingkungan kerajaannya adalah menjadi kewajaran.
Beberapa wartawan itu menilai istilah Kejawen ngundhuh wohing pakarti. Memang pepatah Jawa selalu mengandung petuah atau nasehat. Pepatah Jawa itu mengandung nasehat untuk memahami hukum karma, yang berdasar prinsip siapa yang menanam ia yang akan memetiknya.
Mereka juga memahami pula bahwa segala sesuatu itu akan muncul karena ada sebab dan akibatnya. Siapapun orangnya yang menciptakan sebabnya maka ia akan menerima akibatnya. Dengan seperti itu maka orang akan mudah menerima segala sesuatu yang terjadi pada dirinya sendiri, karena pada dasarnya apa yang terjadi tidak lepas dari apa yang ia sebabkan.
Namun demikian ada beberapa wartawan di Amarta yang tipis-tipis mendengar kabar burung, bahwa Sang Raja Amarta akan tetap profesional dalam menata punggawa kerajaan. Meski tetap memperhatikan sejumlah orang yang telah bekerja membantu saat pemilihan.
Karena masih berada di kumpulan para wartawan, Kresna yang ikut nimbrung di perbincangan informal itu mengatakan, membalas budi kepada Timses wajib hukumnya, hanya menuruti semua kemauan Timses yang tidak menutup kemungkinan sebagian dilandasi dendam juga tidak baik.
‘’Hanya itu komen saya teman-teman wartawan,’’ ucap Kresna sambil berpamitan kepada para wartawan untuk kembali menjalani rutinitas sehari-seharinya, salah satunya menganalisa apa-apa yang akan terjadi di Amarta.
Diketahui bersama, situasi yang tengah dihadapi Raja Yudhistira saat ini seakan dalam situasi psikis yang dapat diselaraskan dengan pepatah Jawa “ewuh aya ing pambudi”.
Situasi yang sulit untuk menentukan pilihan tindakan mana yang akan diambil. Dan memang itu terjadi dalam kehidupan di dunia ini, acap kali manusia dihadapkan pada situasi yang serba sulit sehingga membuat hatinya menjadi bergolak.
Situasi bak makan buah simalakama, dimakan bapak mati tidak dimakan ibu mati. Ibarat “maju kena mundur kena”. Dan itulah yang dimaksud dengan kalimat “ewuh aya ing pambudi”. Yudhistira sedang dihadapkan oleh pilihan yang sama-sama sulit, karena sama-sama menanggung resiko yang berat. (Tancep Kayon)