Oleh : Daryanto
” BAGONG berpesan bahwa apa yang diungkapkan itu hanya prediksi semata. Semua masih bisa berubah, karena politik itu dinamis, sehingga semua masih bisa saja berubah. Dengan kata lain, yang namanya politik itu tidak seperti ilmu matematika, dua kali dua hasilnya empat. Tetapi kalau dari kacamata poltiik, dua kali dua hasilnya bisa saja 16. ”
BUKAN Bagong kalau tidak suka membuat tingkah dan membuat onar sehingga mengundang perhatian di jagad pewayangan. Dan memang dibanding dengan para punakawan lainnya (Semar, Gareng, dan Petruk), Bagong memang sosok yang sejatinya lugu, namun kurang mengerti tata krama. Bahkan cenderung slengekan.
Seperti halnya, disaat Amarta yang jika tidak aral melintang akan menghelat pemilihan Raja 27 November mendatang, Bagong yang mempunyai bodi bulat, bermata lebar, bibirnya tebal dan terkesan memble, tiba-tiba macak menjadi seorang dukun.
Salah satu spesifikasi perdukunannya adalah sebagai peramal ulung. Mulai meramal nasib, jodoh dan rejeki orang, hingga apa yang akan terjadi 6 bulan ke depan. Ramalan sosok yang mempunyai senjata kudi itu dapat dikatakan hampir tak pernah meleset.
Karena kepiawaiannya, kabar Bagong si Dukun Sakti itu akhirnya sampai ke telinga Pendeta Durna, Rohaniawan Hastinapura yang mendidik para pangeran Dinasti Kuru (seratus Korawa dan lima Pandawa).
Sebagai guru para pangeran, dan tak ingin kalah pamor dengan kesaktian Bagong yang tiba-tiba mendapat julukan Dukun Sakti, Durna yang ahli seni pertempuran, termasuk pengendalian dewāstra (senjata sakti), sempatkan diri untuk silaturahmi ke Padepokan Lemah Kedempel, tempat Bagong buka praktek perdukunan.
‘’Kok njanur gunung. Silahkan masuk ke dalam dan duduk di tempat yang telah kami sediakan Pendeta Durna,’’ Bagong mempersilahkan Durna saat berkunjung ke padepokannya.
Dalam hati Durna yang kedatangannya ingin menyelidiki kunci sukses Bagong menjadi Dukun Sakti, sekaligus menjalankan perintah Bosnya, Prabu Duryudana, merasa tersinggung dengan cara anak Bungsu dari Semar menyambut kedatangannya. ‘’Baiklah Mbah Bagong,’’ ungkapnya seraya memendam rasa dongkol.
‘’Silahkan isi buku tamu, masukan sekedar uang donatur ke dalam kotak yang telah disediakan. Dan segera utarakan apa maksud kedatangan Lek Durna datang ke tempat kami,’’ kata Bagong dengan bahasa yang ketus.
Dengan perasaan hati yang semakin dongkol, Durna yang berpihak kepada Kurawa dibanding Pandawa, karena memang Kurawa yang telah memberinya nafkah dan tempat bernaung, mengungkapkan, dirinya ingin minta tolong agar Bagong mau membantu dan mendoakan agar, Lesmana, anak Bos Duryudana, yang ingin maju dalam kontestasi Pilkada Amarta bisa sukses.
‘’Ini mau ngetest kesaktian saya, atau bergurau Uwak Durna ?’’ Bagong membagikan tamunya
‘’Lho kedatanganku atas perintah dari Bosku Duryudana Mbah Gong, jadi tak ada maksud bergurau atau ngetest Mbah Bagong,’’ jelas Durna tetap berkata santun, meski memendam perasaan dongkol tingkat dewa.
Dengan nada slengekan, Bagong yang sebenarnya seseorang yang mempunyai hati hidup, dinamis, dan optimis, dengan tegas mengatakan, ‘’Kalau Lesmana ingin ikut kontestasi di Pilkada Amarta, ini namanya ya impossible. Unfeasible !’’
‘’Katanya kamu dukun kondang Mbah, Bagong ?’’
‘’Saya tidak merasa menjadi dukun kondang. Dan lagi, meski ada yang menjuluki dukung kondang, saya orangnya realistis Lek Durna. Apa yang saya lakukan, termasuk meramal atau memprediksi nasib orang selalu by data. Bukan berpatokan pada suka atau tidak suka.’’
‘’Sombong,’’ celetuk Durna.
‘’Kalau tidak sreg silakan tinggalkan padepokan saya. Soal uang donatur yang sudah dimasukkan ke kotak tidak bisa diambil lagi lho,’’ Bagong mulai terpancing kemarahannya.
Bukan Durna yang memang terkenal mempunyai jiwa licik, yang pandai menguasai keadaan. Meski hatinya tersinggung Ia tidak lantas emosi, dan bahkan dengan kata-kata yang halus minta agar Bagong tidak mengusirnya. Karena kalau sampai terusir, dia tidak akan bisa menyusun laporan hasil penyusupannya ke padepokan Bagong, ke Bos Duryudana.
”Baiklah Mbah, maafkan Uwak. Mungkin kalau Lesmana impossible untuk ikut maju di Pilkada Amarta, kira-kira siapa Mbah yang mempunyai kansa besar untuk memenangi kontestasi?” Durna menyusun siasat untuk mengorek informasi.
”Baiklah, kalau hanya sekedar minta informasi seputar Pilkada Amarta, saya akan memprediksi secara detail,” jawab Bagong yang sebenarnya sadar Bahwa Durna sedang menjalankan misi intelijen yang ditugaskan oleh Bosnya, Duryudono.
Diketahui, Durna, Suami dari Krepi dan ayah Aswatama yang merupakan seorang brahmana (ahli agama itu, saat konflik Kurawa dan Pandawa tak dapat didamaikan, perang Baratayudha tak terelakan lagi.
Setelah Panglima Bisma kalah, ia menjabat sebagai panglima pada hari ke-11 sampai ke-15 perang Baratayudha. Pada hari ke-15, Durna mendengar kabar palsu tentang kematian putranya, sehingga semangat bertarungnya pupus dan memutuskan untuk bermeditasi. Dalam kondisi tersebut, kepalanya dipenggal oleh Drestadyumna, panglima laskar Pandawa.
Dengan begitu seksama Durna mendengarkan apa yang dipaparkan Dukun Bagong. Dan diawali membaca mantra-mantra, Bagong mulai menyampaikan prediksinya di Pilkada Amarta yang akan digelar di akhir tahun.
”Ketahuilah Durna, bahwa Pilkada Amarta tidak sedahsyat seperti yang tengah viral di dunia medsos. Kalau boleh diistilahkan suasananya bahkan kelak adem silit genuk. Tidak ada pertarungan sengit yang mengakibatkan perpecahan rakyat Amarta.”
”Lhoh, khan banyak sosok potensial baik dari akademisi, politisi dan lain-lain. Mosok gak akan terjadi pertarungan sengit ?”
”Uwak mau ceramah atau mau mendengarkan prediksi saya?” ungkap Bagong seolah meremehkan kapasitas Durna.
”Ohhh.. baiklah, Mbah. Maafkan Uwak,” jawab Durna datar, meski hatinya sakit dengan kesombongan Bagong.
Dukun Sakti Bagong pun meneruskan prediksinya. Dikatakan, kalau sekarang banyak orang yang memposting foto-foto sosok yang bakal bertarung di Pilkada Amarta, bahwa itu hanya klaim sepihak dari pihak-pihak tertentu. Itu boleh dan tidak salah memang. Termasuk tidak salah jika ada orang memprediksi bakal muncul tiga pasang calon.
”Maaf beribu-ribu maaf Mbah, lha itu banyak sosok yang melamar ke beberapa partai yang ada di Amarta, kelak bagaimana ? Apakah itu hanya bunga-bunga menjelang Pilkada di Amarta?”
”Bukan begitu Wak, kondisi seperti itu, diantaranya banyak orang yang mendaftar di beberapa Parpol, menjadi kelaziman. Sah jika ada orang atau sosok yang mempunyai cita-cita. Bukankah dari sekian pelamar yang ada kebanyakan menginginkan posisi Wakil dari raja lama, Yudhistira?”
”Ya betul Mbah.”
Lha itu, Bagong melanjutkan prediksinya. Karena melihat potensi dari raja Amarta yang saat ini menjabat dan diperkirakan akan maju kembali di Pilkada Amarta, kiranya banyak sosok yang ingin digandeng atau menjadi calon Wakil Raja Yudhistira. Harapannya, selain kans untuk memenangi Pilkada, kelak akan mendapatkan karpet merah, menyusul berdasarkan UU pewayangan di era digital, kelak setelah masa jabatan Yudhistira habis, tidak bisa untuk mencalonkan lagi.
”Karpet merah dimangsut adalah, dengan adanya UU pewayangan yang baru, wakil Yudhistira kelak akan maju sebagai calon Raja, di Pilkada Amarta lima tahun yang akan datang,” jelas Bagong.
”Wah ini prediksi yang sombong. Jangan-jangan Mbah Bagong memihak dalam memprediksi Pilkada Amarta. Tidak netral lagi karena memang Mbah Bagong termasuk Ordal di Amarta selama ini,” Durna menyela.
”Saya memprediksi by data, sehingga jauh dari keberpihakan, Wak,” sergah Bagong.
Dukun Sakti Bagong lantas mempersilahkan Durna untuk googling, mencari informasi tingkat kepuasan warga Amarta terhadap kepemimpinan Raja Yudhistira. Disampaikan, angka kepuasan dimaksud mencapai 60 persen. Sehingga di Pilkada kelak, dipasangkan siapa saja, incumbent Yudhistira, bakal memenangi kontestasi.
Selain itu, masih menurut Bagong, selama memimpin Amarta, sudah banyak yang diperbuat oleh Yudhistira untuk kemajuan Amarta. Yang paling nyata, meski belum seluruhnya infrastruktur jalan di Amarta tuntas baik semua, pembangunan jalan di Amarta cukup signifikan.
Hal itu disebabkan, sosok Yudhistira mempunyai jaringan yang luas di tingkat kadewatan. Sehingga dengan jaringan yang dipunyai, juga kepiawaiannya lobi ke para Dewa, banyak dana dari Kadewatan yang diturunkan ke Amarta untuk membangun infrastruktur.
Mendengar itu semua, dalam hati Durna mengakui bahwa prediski tersebut memang riil, dan by data. Bersamaan itu, penasehat dari Raja Hastina, Duryudana itu, mengakui bahwa layak jika Bagong mendapat julukan Si Dukun Sakti. Sampai disini, Durna masih bingung, dari mana Bagong mempunyai ilmu sehingga bisa mengalahkan ilmunya.
”Kalau boleh tahu Mbah, kira-kira kelak Yudhistira akan memilih siapa yang akan menjadi calon Wakilnya di Pilkada Amarta?”
Begini, Bagong kembali serius untuk melanjutkan prediksinya tentang Pilkada Amarta. Dikatakan, jangan salah sangka dan buruk sangka, bahwa Yudhistira akan memilih siapa sosok yang paling pas menjadi calon wakilnya. Karena sesuai UU Pewayangan di jaman milenial ini, kelak yang menentukan atau mencarikan calon wakil yang pas adalah para Dewata di khayangan.
”Jadi singkat kata, kelak Yudhistira, akan sendiko dawuh dengan apa yang sudah ditentukan para Dewa, mulai siapa sosok yang akan menjadi wakilnya, termasuk kelak koalisi partai apa yang akan mengusungnya. Jadi salah, jika ada orang, baik pribadi maupun kelompok menuduh Yudhistira sombong, dan lupa teman atau lupa akan sejarah,” Bagong memungkasi prediksinya.
Hanya, Bagong berpesan bahwa apa yang diungkapkan itu hanya prediksi semata. Semua masih bisa berubah, karena politik itu dinamis, sehingga semua masih bisa saja berubah. Dengan kata lain, yang namanya politik itu tidak seperti ilmu matematika, dua kali dua hasilnya empat. Tetapi kalau dari kacamata poltiik, dua kali dua hasilnya bisa saja 16.
”Terpenting, Wak, pesan saya, jangan karena Pilkada, pertemanan, paseduluran, atau tali silaturahmi yang selama ini sudah terbangun lantas putus. Jangan sampai teman menjadi lawan…..”
Belum tuntas DUkun Bagong berkata, Pandhita Durna keburu pamitan. Dalam hati, Durna mengakui kepiawaiannya dalam ilmu prediksi. Sehingga layak jika selama ini dia mendapat julukan Si DUkun Sakti.
Dalam perjalan pulang ke Astina, Durna tidak mengira sama sekali, Bagong yang sehari-hari menggunakan busana sangat sederhana, yakni irah-irahan gundulan, gelang tangan dhagelan, kalung dagelan berupa lonceng, ternyata sosok yang luar biasa.
Yakni, Bagong merupakan sosok yang berwatak pamomong yang berarti bisa bergaul, memahami dan bersifat senang mengasuh. Selama ini, Bagong memang terkenal sebagai tokoh wayang yang berpegang prinsip untuk membela yang benar. Menariknya, Bagong terkadang memberikan nasehat-nasehat bijak kepada ksatria yang menjadi Bosnya. Wallahualam Bisawab. ***