Oleh : Daryanto
” Ngabangke kuping (istilah Jawa) memang dengan semua “kritik” di medsos salah satunya di beberapa group WA. Mulai kata-kata Bupati mencla-mencle, perampok, termasuk “kritik” terhadap Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TP2D) yang secara garis besar dikatakan gerombolan tikus yang menggerayangi APBD. “
LUAR biasa memang kritik “sarkasme” kepada jalannya pemerintahan di Blora saat ini. Terlepas kritik sarkasme itu mestinya tidak pantas dalam konteks adat kita sebagai orang Timur, pesan untuk Bupati M.Si. H. Arief Rohman, S.IP., M.Si.dan Wakil Bupati, Tri Yuli Setyowati, tetaplah sabar.
Ngabangke kuping (istilah Jawa) memang dengan semua “kritik” di medsos salah satunya di beberapa group WA. Mulai kata-kata Bupati mencla-mencle, perampok, termasuk “kritik” terhadap Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TP2D) yang secara garis besar dikatakan gerombolan tikus yang menggerayangi APBD.
Tak usah merah telinga, Wong dikatain gerombolan saja kok repot. Anggap kritik itu sebagai pil pahit untuk menjadikan semangat sesarengan membangun dan memajukan Blora lebih fit lagi.
Mencerna kritik harus. Karena ada kalanya orang atau sekelompok orag mengkritik hanya karena tidak sesuai dengan selera pribadinya atau sedang menghadapi suatu permasalahan kemudian menimpakan kejengkelannya pada kita.
Sometimes people criticize for the sake of criticizing. Or, perhaps somebody is just having a bad day ( terkadang orang mengkritik demi mengkritik. Atau, mungkin seseorang sedang mengalami hari yang buruk).
Langkah yang cerdas namun bijak, ajukan permintaan saran dan solusi, untuk memastikan niat atau tujuan si pengkritik. Keep in mind that a mean comment isn’t always about you.
Awalnya tak elok saya menulis ( memberi pencerahan ) terhadap semua kritik yang ada untuk pemerintahan di Blora saat ini (termasuk kritik terhadap keberadaan Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TP2D). Hanya tak ingin saya hilang sari pusaran sejarah, hingga dengan tanpa emosi saya menulis.
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”-Pramoedya Ananta Toer.
Rentetan Serangan
Dari rentetan serangan sarkasme itu, yang paling gres adalah serangan terhadap TP2D. Untuk teman-teman di TP2D, tetap sabar, tawakal dan jangan lupa sebagai cambuk untuk melakukan evaluasi internal dan semangat kerja lebih keras untuk membantu Bupati mewujudkan program-programnya.
Artinya tidak ada regulasi yang ditabrak, kinerja bisa dipertanggungjawabkan. Hanya saja, sudahkan dalam hal sikap kita sebagai pribadi yang tentu tidak bisa lepas dari anggota TP2D sudah sewajarnya kepada siapa saja. Tidak suka ngember yang arahnya “sombong” di banyak orang dan di banyak lokasi.
Sementara itu bagi kalangan pengkritik, jawaban atas kritik sudah sedemikian gamblang diberikan oleh Bupati Arief Rohman. Pertanyaanya, sejauh mana dengan tanggung jawab moral pengkritik atas kritikan yang begitu Sarkasme disampaikan ?
Tidak ada lagi yang ditutupi oleh Bupati Arief, diantaranya gamblang dijelaskan bahwa TP2D memang ditugasi untuk memberi masukan kepada Bupati terkait pembangunan di Blora. Tim ditugasi untuk monitoring program yang harus dijalankan. Seperti tiba-tiba ada kemandegan program atau perlu kolaborasi program agar perlu percepatan.
Kongkritnya, Tim Percepatan ditugaskan untuk turun kelapangan, melakukan FGD dengan OPD terkait untuk mencari solusi percepatan program yang ditargetkan.
Contohnya, soal kemiskinan, Tim diberi tugas per tematik itu lantas Tim bekerja, melakukan FGD dengan OPD terkait, termasuk dengan BPS – dipadukan dengan turun ke lapangan . Dari cara kerja itu nanti akan muncul rekomendasi – kira-kira cara menurunkan angka kemiskinan di Blora itu bagaimana.
Ditandaskan Bupati, TP2D tidak menjadi eksekutor, melainkan hanya memberi masukan ke Bupati – eksekutornya tetap masing-masing OPD. Kalaupun saat ini ada anggota masyarakat yang menyikapi, menurut Bupati malah bagus. – tentunya akan ditampung menjadi penyempurna ke depan.
Soal Regulasi, pembentukan TP2D dasarnya adalah Perbup, dan saat penyusunan dan pelaksanaan sudah dikonsultasikan ke Provinsi dan biro Hukum Pemprov juga membolehkan. Artinya tidak ada regulasi yang dilanggar.
Jika ada yang mempertanyakan gaji. Juga sudah dijawab bahwa gaji yang diterima tidak bulanan, melainkan honor. Misal Bupati menugaskan Tim untuk turun ke lapangan, setelah itu membuat rekomendasi tertulis, baru mereka gajian.
Dengan tegas Bupati menyatakan bahwa keberadaan TP2D sangat menguntungkan dirinya. Dan Bupati mempersilahkan silahkan dan boleh ditanya ke OPD, apakah selama ini terganggu ? Karena sejatinya TP2D justru menjadi kolaborasi antara birokrasi dengan tim yang dibentuknya.
Dikatakan, Tim sebagian besar yang menyusun visi misi Bupati, sehingga yang tahu roh tentang program Bupati. Anggotanya ada yang figur mantan dewan, LSM, akademisi, wartawan. ‘’Mereka yang tahu persoalan visi misi yang diterjemahkan ke RPJMD. Salah satu tugasnya adalah meluruskan manakala program kurang.”
Atas pertanyaan wartawan kenapa ada wartawan yang menjadi anggota apakah tidak berseberangan dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Bupati pun menyatakan akan mengkaji. Dikemukakan, Tim terdiri dari berbagai elemen – justru adanya wartawan akan ada kajian dan treatmen ke Bupati bagaimana menyikapi tanggapan program di Medsos maupun pemberitaan media. ‘’Yang jelas untuk anggota TP2D terdiri dari berbagai unsur, mulai LSM – Akademisi. “
Urusan mengukur kinerja Tim, menurut Bupati bisa dilihat hasil mereka membuat rekomendasi di banyak masalah. Dan perlu diketahui untuk mengukur kinerja OPD tidak bisa disamakan dengan mengukur kinerja OPD yang menjadi eksekutor.
Justru saran saja, mungkin ada beberapa pribadi maupun media – (apakah sudah terverifikasi di Dewan Pers atau belum) – yang menguliti – mengkritik pedas melalui berita, tulisan dengan kata-kata yang kasar dan tidak didukung dengan data yang valid, apakah selama ini yang bersangkutan sudah menjalankan KEJ di diktum nomor 10 dan 11.
Disebutkan di diktum nomor 10 KEJ, Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Sementara itu di diktum nomor 11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Karena tidak menutup kemungkinan, Pemkab Blora juga tengah mempersiapkan sejuta langkah yang elegan, seperti akan melaporkan ke dewan pers adanya hak-hak Pemkab yang dilanggar. Termasuk tidak menutup kemungkinan Pemkab juga telah siap dengan segudang bukti maupun saksi untuk lapor ke APH.
Tak ada gading yang tak retak, memaknai tagline “Sesarengan Mbangun mBlora”, semoga saja ada langkah-langkah bijak atas persoalan itu semua. Blora masih banyak PR yang harus dikerjakan harus kondusif, dampaknya tidak ada keraguan masuknya investasi, dan ini menjadi tanggung jawab semua unsur. *)