” BAYANG – bayang kutukan Sukrasana kepada kakaknya Sumantri yang dinilai ingkar janji menjadi buah bibir. Hanya karena drajat dan pangkat. Watak arogan yang dipunyai, ternyata tetap tidak bisa hilang setelah mendapat kedudukan sebagai Timsus dari Harjuna Sasrabahu, sang penguasa Negara Maespati.
JAGAD pakeliran dibuat geger, dengan kutukan Sukasrana kepada kakaknya Sumantri yang dinilai ingkar janji hanya karena drajat dan pangkat. Watak arogan yang dipunyai, ternyata tetap tidak bisa hilang setelah mendapat kedudukan sebagai Timsus dari Harjuna Sasrabahu, sang penguasa Negara Maespati.
Sukrasana sangat kecewa, kakaknya Sumantri digadhang-gadhang bisa menjadi orang bijak, dan bisa menyelesaikan dengan baik semua tugas dari raja Harjuna Sasrabahu yang telah mengangkatnya sebagai Timsus, ternyata jauh dari harapan.
Bukannya menjalankan tugas dengan baik, tetap justru sebagai sumber kegaduhan bagi pejabat dan pegawai kerajaan Maespati yang ujung-ujungnya menurunkan kredibilitas Raja Harjuna Sasrabahu. Seperti membuang ancaman-ancaman kepada pegawai kerajaan, pejabat kerajaan sehingga dampak psikisnya, banyak pejabat yang apatis, bekerja sak kecandhake dan sekian dampak psikis jelek lainnya. Termasuk ada beberapa pejabat di Kerajaan Maespati mutung.
Dengan segudang perangai jelek dari Sumantri itu, Sukrasana, raksasa bertubuh pendek dan rupa buruk, mengutuk kakaknya. Jika tetap tidak mau berubah perangainya, kelak akan menanggung semua efeknya. Seperti hidup tidak tenteram, dan menanggung semua akibat di alam akhirat nantinya. Harapannya, Sang Raja Harjuna juga segera mengambil keputusan untuk tidak memakainya lagi sebagai Timsus..
Semua berawal, ketika Begawan Suwandhagni yang tinggal di pertapan Jatisrana, mempunyai dua anak, yakni Bambang Sumantri dan Raden Sukasrana. Bambang Sumantri berparas satriya bagus, sementara Raden Sukasrana mempunyaii wujud raksasa yang bertubuh pendek dan buruk rupa.
Meski buruk rupa, Bambang Sumantri sangat sayang kepada adiknya. Ketika keduanya sudah dewasa Begawan Suwandhagni perintahkan Sumantri untuk mengabdi ke Negara Maespati. Dan Sumantri mengiyakan. Dengan diikuti para abdi kinasih, Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Begawan Suwandhagni juga menitipkan senjata Cakra, milik Prabu Harjuna Sasrabahu, untuk dikembalikan.
Ada sedikit kendala yang dihadapi Bambang Sumantri, lantaran Sukrasana ingin ikut serta. Dengan bujuk rayu, akhirnya Bambang Sumantri berhasil nilap Sukrasana, berangkat ke Negara Maespati.
***
Di Negara Maespati, Sang Raja Prabu Harjuna Sasrabahu, tengah membahas tentang keinginannya untuk memenangkan pilihan raja di negaranya. Di tengah-tengah rapat istimewa itu, tiba-tiba Bambang Sumantri datang menghadap, dan menyampaikan keinginannya untuk mengabdi kepada Prabu Harjuna Sasrabahu. Prabu Harjuna Sasrabahu mau menerima pengabdiannya, dengan syarat Bambang Sumantri mau menjadi Tim Suksesnya dan memenangkan pilihan raja di Maespati.
Syarat itu disanggupi Sumantri, dan dia dengan kapasitasnya yang handal sebagai Tim Sukses, akhirnya Harjuna Sasrabahu berhasil memenangi pilihan, dan berhasil menjadi Raja di Maespati. Semua itu berkat senjata handal yang dibawa Sumantri, yakni senjata Cakra, yang bisa mempengaruhi orang, sehingga mampu menghantarkan Harjuna Sasrabahu memenangi pemilihan. Dan, Sumantri akhirnya diberi hadiah menjadi Timsus.
Watuk bisa diobati, tetapi watak nampaknya sulit untuk dihilangkan. Mendapat kehormatan menjadi Tim Ahli, ternyata membuat Sumantri jumawa. Merasa dirinya mempunyai peran besar untuk memenangkan Raja menduduki singgasana, mengganggap Sang Raja juga tidak paham dengan urusan pekerjaan dan lain-lain, Sumantri lupa dengan kewajibannya. Kepentingan pribadi maupun kelompok di atas segalanya, sementara kepentingan Raja masa bodoh.
‘’Tanpa saya, tidak mungkin Prabu Harjuna Sasrabahu menduduki tahtanya ! Untuk itu, sudah sewajarnya kalau saya harus mendapatkan untung besar dari kedudukan yang saya peroleh. Urusan kepentingan raja itu nanti,’’ demikian batin Sumantri.
Sumantri lupa dengan tugasnya sebagai Timustim, sifat arogannya masih saja dominan, kepada banyak orang dia melempar omongan yang sifatnya mengancam. Urusan pekerjaan yang ada di Kerajaan Maespati amburadul.
Sebagai raja bijak, Raja Prabu Harjuna Sasrabahu, tampaknya sudah tahu dengan semua kondisi yang ada. Sehingga belum ada reaksi apa-apa. Hanya bagi sebagian Tim Sukses lainnya, yang merasa sayang terhadap raja, tidak menerimakan kondisi yang ada di Maespati. Sejumlah reaksi yang ekstrim akhirnya dilakukan. Salah satunya, bereaksi akan “menyerang” Sumantri jika tidak segera merubah sikap dan tidak bisa bekerja
“Sumantri, kamu satriya tidak tahu diri, watakmu arogan, hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok. Diberi pangkat drajat, bukannya tahu diri menyelesaikan tugas dengan baik, malahan arogan terus. Kalau tidak segera berubah akan saya “musnahkan,’’ teriak Wongso Suseno, salah satu Tim Sukses handal yang dimiliki Raja Harjuna Sasrabahu.
***
Berbagai ancaman itu membuat situasi genting, membuat Sumantri limbung. Solusinya, bagaimana untuk melumpuhkan Wongso Suseno dan kawan-kawan. Menghadapi persoalan itu, Sumantri benar-benar kebingungan untuk mencari solusi.
Akibatnya, Sumantri pergi tanpa arah dan tujuan. Maksud hati, akan minta petunjuk ayahnya Begawan Suwandhagni. Hingga dalam perjalanan, Sumantri bertemu dengan Sukasrana, yang diam-diam sudah cukup lama memang nyusul kepegiannya.
Sumantri pun, akhirnya menceritakan peristiwa yang tengah dialaminya Sukasrana. Sukasrana hanya tertawa mendengar ceritanya Sumantri.
“Kalau hanya, lumpuhkan Wongso Suseno, udah akang,” papar Sukasrana dengan tertawa ngakak.
“Tenan, Dik Sukrasana? Kamu bisa “melumpuhkan” Wongsosuseno.’’
“Isa ae, Akang. Uwi ampang!”
“Adhikku, Sukasrana. Tolonglah saya ya,’’ pinta Sumantri memelas.
“Aku isoh lumpuhke Ongso Eno, tapi ning ana alate, Akang.”
“Apa syarate, Dhi?”
“Aku ngin elu owe, Akang. Aku elu uwita Abu Aluna Asa.”
“Kowe kepengin melu aku mengabdi Prabu Harjunasasra?”
“Iya, Akang.”
“Iya, Dhi. Angger si Adhi bisa melumpuhkan Wongso Suseno, pasti akan saya ajak mengabdi di Maespati.”
“Enan, Kang? Owe anji Kang? Owe ola apusi?”
“Iya Dhi, Kakak janji tidak akang ingkar janji!”
“Yoh, Akang. Entenana edhela ya?”
Sukasrana lantas dengan kemampuannya, meski buruk rupa namun senang prihatin. Dalam waktu tidak lama Wongso Suseno bisa “ditaklukan”. Serangan terhadap kakanya Sumantri, agak mereda. Bahkan ancaman nyaris hilang dari peredaran.
Setelah suasana agak hening, posisi Sumantri semakin nyaman di Negara Maespati. Sukasrana diajak Sumantri di Negara Maespati. Hanya tidak lama, sifat asli Sumantri muncul kembali.
Hingga akhirnya kutukan Sukasrana kepada kakaknya Sumantri yang dinilai ingkar janji muncul kembali. Sukrasana sangat kecewa, kakaknya Sumantri digadhang-gadhang bisa menjadi orang bijak, dan bisa menyelesaikan dengan baik semua tugas dari raja Harjuna Sasrabahu yang telah mengangkatnya sebagai Timsus, ternyata jauh dari harapan.
Bukannya menjalankan tugas dengan baik, tetapi justru sebagai sumber kegaduhan bagi pejabat dan pegawai kerajaan Maespati yang ujung-ujungnya menurunkan kredebelitas Raja Harjuna Sasrabahu. Seperti membuang ancaman-ancaman kepada pegawai kerajaan, pejabat kerajaan sehingga dampak psikisnya, banyak pejabat yang apatis, bekerja sak kecandhake dan sekian dampak psikis jelek lainnya.
Dengan segudang perangai jelek dari Sumantri itu, Sukrasana, raksasa bertubuh pendek dan rupa buruk, mengutuk kakaknya. Jika tetap tidak mau berubah perangainya, kelak akan menanggung semua efeknya. Seperti hidup tidak tenteram, dan menanggung semua akibat di alam akherat nantinya. Harapannya, Sang Raja Harjuna juga segera mengambil keputusan untuk tidak memakainya lagi sebagai Timsusi. Kutukan Sukrasana itu semata-mata demi kelanggengan posisi Raja Harjuna Sasrabahu. (Tancep Kayon)