Dia mengaku saat mengajar ibu-ibu di Gayam itu semua serba terbatas. Namun demikian semua itu tidak pernah menyurutkan semangatnya. ”Dengan segala keterbatasan, kami coba mengajak mereka belajar bersama. Tujuannya untuk mewujudkan masyarakat yang bebas buta aksara. Terutama ibu-ibu di Desa Gayam ini,” beber Aiptu Mulyono.
Untuk sarana belajar membaca, Mulyono hanya bisa memanfaatkan buku-buku bekas, buku bacaan ringan yang didapatkan dari bantuan sukarela warga sekitar. ”Buku-buku bacaan kita dapatkan dari buku bekas, bantuan warga,” jelasnya.
Bintara tinggi Polri yang hobi bertani itu membeberkan, semangat untuk mengajari warga yang masih buta huruf itu, berawal dari keprihatinannya saat sambang ke desa-desa.
Saat sambang itulah dia menjumpai beberapa warga yang masih buta aksara. Mulai saat itulah dirinya tergugah untuk mengajari mereka. ”Awalnya tidak sengaja, saat sambang ibu-ibu pada kumpul, ternyata mereka juga punya minat untuk belajar,” ujarnya.
Sarana Terbatas
Tiada rotan akar pun jadi. Dengan sarana yang terbatas, termasuk tempat untuk membuka kelas ibu-ibu yang buta aksara itu, Aiptu Mulyono tetap terus mengajari ibu-ibu buta aksara tersebut untuk mengenal huruf, merangkai hingga mengejanya.