Oleh : Daryanto
” PRABU Kresna mulai berencana melakukan banyak hal demi merubah takdir yang menimpa Gatotkaca. Harpannya, sosok Gatotkaca, anak dari buah pernikahan Bima Sena dan Arimbi, yang sejak lahir membuat heboh para Pandawa dan seluruh warga di jagad pewayangan, kelak saat memegang tampuk pimpinan di Pringgadani yang kedua, bisa selamat dunia akherat. ”
BUKAN Bagong jika tidak keras dan lantang dalam menentang ketidak wajaran atau suatu kondisi yang menurut pemikirannya aneh. Seperti halnya ketika menyaksikan dengan mata kepala sendiri, Kresna tengah melakukan tapa ngrame demi merubah takdir Gatotkaca.
” Takdir dari Gusti Mahanasa kok mau dirubah Bos. Apa karena Bos masih titisan Dewa Wisnu begitu yakin bisa merubah nasib Ndara saya Gatotkaca?” tanya Bagong yang menyempatkan diri sowan ke Dwarawati, kerajaan yang dipimpin Prabu Kresna.
”Yang namanya usaha Gong, siapa tahu Gusti ngijabahi sehingga takdir bendaramu Gatotkaca bisa berubah,” jawab Kresna sambil mempersilahkan Bagong untuk duduk di ruang tamu kerajaan Dwarawati.
”Apakah harus Bos Kresna menjalani tapa ngrame?”
Ketahuilah Bagong, demikian Kresna mulai menenangkan perasaan Bagong. Dikatakan bahwa, saat dirinya melakukan tapa ngrame, akan melakukan amal kebaikan. Yakni dengan memberi sedekah kepada para kaum wayang dhuafa, termasuk kepada para anak-anak wayang yang yatim piatu.
” Dengan melakukan amal kebaikan kepada sesama wayang itu merupakan salah satu cara untuk mengubah takdir yang sudah ditetapkan oleh Gusti Kang Maha Nasa,” jelas Kresna.
”Apakah cukup dengan melakukan amal kebaikan itu Bos untuk bisa merubah takdir Ndara Gatotkaca?”
”Yang tidak boleh ketinggalan dan pokok adalah, juga harus dengan doa. Karena cara yang pertama untuk mengubah takdir adalah dengan berdoa. Takdir adalah ketetapan Gusti, dan Gusti jugalah yang memiliki kuasa untuk mengubah takdir hamba-Nya. Dan caranya bisa dengan banyak hal. Salah satunya dengan berdoa, termasuk melakukan amal kebaikan.”
”Maaf ni Boss. Sebenarnya takdir Ndara Gatotkaca yang mau dirubah itu yang mana. Khan banyak takdir yang harus diterima Ndara Gatotkaca?” tanya Bagong dengan suara yang sudah mulai datar.
Begini Gong, Prabu Kresna mulai medhar rencana apa yang akan dirubah soal takdir yang menimpa Gatotkaca. Dikatakan, sewaktu lahir, sosok Gatotkaca, anak dari buah pernikahan Bima Sena dan Arimbi, sempat membuat heboh para Pandawa dan seluruh warga di jagad pewayangan.
Pasalnya, hingga usia 1 tahun tali pusarnya tidak bisa dipotong. Walau sudah dicoba dengan berbagai macam pisau dan senjata pusaka tak mampu memotong tali pusar Sang Tetuka (nama bayi Gatotkaca). Akhirnya keluarga Pandawa sepakat menugasi Arjuna mencari senjata ampuh untuk keperluan itu.
”Terus, soal takdir kelahiran Ndara Gatotkaca yang mau diupayakan dirubah Sang Prabu?” Bagong menyela.
”Bukan, Gong, kalau takdir yang itu kelihatannya sudah kehendak -Nya. Dan lagi tidak efektif jika mengupayakan takdir kelahirannya demi menyelamatkan nasib bendaramu Gatotkaca.”
”Lha terus takdir yang mana Sang Prabu?”
”Kalau rencanaku,” Prabu Kresna kembali memaparkan rencana mengupayakan sisi perubahan takdir Gatotkaca. Menurutnya, yang paling krusial diupayakan untuk diubah takdirnya, adalah bagaimana dalam memegang tahta Kerajaan Pringgadani yang kedua bisa selamat dunia akhirat.
Mengenai latar belakang kenapa Kresna bersikeras mengupayakan perubahan takdir dari Gatotkaca dari sisi itu, lantaran menapaki jabatannya yang ke dua di Pringgadani, posisi Gatotkaca serba tidak mengenakkan. Diantaranya tidak bisa leluasa memilih calon Wakilnya, atau dengan kata lain siap menerima takdir siapa yang akan menjadi pendamping dalam memimpin Pringgadani kelak.
” Takdir bagus kok mau diupayakan dirubah to Sang Prabu ?” Bagong kembali menyela.
”Maksud saya bukan merubah siapa pasangannya, Gong, tetapi bagaimana nantinya setelah Ndaramu Gatotkaca memegang tampuk kekuasaan Pringgadani bisa nyaman, aman dan tetap pada rel bagaimana mensejahterakan ran akyat Pringgodani dan memajukan Negara Pringgondani.”
”Oooo, lha memang kalau tidak dirubah takdir itu nantinya Ndara Gatotkaca tidak akan nyaman, aman dan lain-lain Sang Prabu?”
Sebelum menjawab pertanyaan Bagong yang ini, Prabu Kresna tampak melamun, dan angannya terbang ke angkasa, dan mendapati Gatotkaca yang berhasil menduduki tahta Kerajaan Pringgadani yang kedua, namun tampak tertatih tatih dalam menjalankan roda pemerintahan.
Yang membuat Prabu Kresna nelangsa, dalam menjalankan roda pemerintahan, Gatotkaca tersandera dengan kepentingan orang nomor dua di Pringgodani yang selalu berorientasi materi. Seolah-olah ada aturan permanen, nantinya dalam mengais rejeki menggunakan prinsip sigar semangka. Kondisi ini yang membuat Gatotkaca tersandera untuk mewujudkan cita-citanya, Pringgodani yang maju dan Pringgodani yang mapan.
”Apakah tidak bisa dibicarakan yang baik-baik soal yang satu itu Sang Prabu?” tanya Bagong yang mulai paham dengan arah apa yang akan diupayakan Prabu Kresna.
” Bagus Gong kamu sudah paham dengan rencanaku. Dan memang takdir itulah yang mau saya upayakan bisa berubah. Caranya saya akan tapa ngrame, berbuat kebaikan dengan sesama warga wayang, terutama kepada para sosok wayang dhuafa, dan yatim piatu. Termasuk saya akan semakin gencar berdoa tentunya. Memohon kepada Gusti Kang Maha Nasa agar takdir atas Gatotkaca bisa berubah. ”
Sampai disini gantian Bagong sampaikan usul saran ke Prabu Kresna. Dikemukakan, mestinya saat ini Kresna harus skala prioritas bagaimana menata karir Gatotkaca. Seperti bagaimana bisa memenangkan kontestasi yang tanpa harus berdarah-darah. Setelah itu baru memikirkan bagaimana kelak menata di jabatan kedua Gatotkaca dalam memimpin Pringgodani.
”Itu yang mestinya dipikirkan diupayakan Sang Prabu. Artinya bagaimana kita saling bahu membahu untuk merebut masa jabatan kali kedua Ndara Gatotkaca di Pringgodani. Setelah itu baru memikirkan bagaimana jalannya pemerintahan di Pringgadani, demi mewujudkan cita-cita memajukan Pringgodani,” Bagong menyarankan.
”Itu merupakan dua bagian yang harus dijalankan bersamaan Gong.”
”Maksudnya ?”
”Ya mulai sekarang kita semua, kaum Pandawa dan pengikut-pengikutnya saling bahu membahu membantu Gatotkaca merebut tahta Pringgadani. Sekaligus, mulai dini juga dicarikan komitmen, bagaimana nanti Gatotkaca dan Wakilnya setelah menang dalam menjalankan tampuk pemerintahan di Pringgodani. Kalau tidak, dipastikan Pringgodani lima tahun ke depan akan “amburadul”.”
Bagong pun menyatakan setuju dan sepakat dengan rencana Prabu Kresna. Karena, meski posisinya sebagai batur, pembantu, dirinya juga paham bahwa untuk merubah sisi takdir yang lain Bendaranya Gatotkaca, jelas tidak mungkin. Karena hal itu sudah sepenuhnya menjadi hak prerogatif dari yang Maha Kuasa.
Seperti takdir wafatnya Gatotkaca, yang akibat terhujam senjata Kunta Wijayandanu milik Karna yang melesat menembus perut Gatotkaca melalui pusarnya dan masuk ke dalam warangkanya.
Masuknya senjata Kunta di hari ke-15 perang Baratayuda ke Perut Gatotkaca itu juga ada historisnya, yakni terkait proses pemotongan tali pusat. Berawal hingga umur satu tahun tali pusar bayi Gatotkaca tidak bisa diputus dengan senjata apapun, akhirnya Harjuna yang diberi tugas untuk mencari solusi.
Waktu itu, Arjuna pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk dewa demi menolong nasib keponakannya, Sang Gatotkaca. Pada saat yang sama Karna, panglima Kerajaan Hastina juga sedang bertapa mencari senjata pusaka. Para dewa di kayangan paham dengan tujuan Arjuna bertapa.
Untuk mewujudkan keinginan Arjuna, Batara Guru akhirnya mengutus Narada turun ke bumi membawa senjata pemotong tali pusar Gatotkaca, untuk diserahkan kepada Arjuna. Hanya ternyata, meski sekelas dewa, Narada masih saja bisa keliru.
Lantaran wajah Adipati Karna mirip dengan Arjuna, Batara Narada selaku utusan kahyangan memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Menyadari kesalahannya, Narada pun akhirnya menemui Arjuna yang sedang bertapa.
Setelah mendapat penjelasan Narada, Arjuna lalu mengejar Karna untuk merebut senjata Konta. Perkelahian antara Arjuna dan Karna tak bisa terelakkan. Hingga Karna berhasil meloloskan diri membawa senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Beruntung, sarung pusaka Konta terbuat dari Kayu Mastaba tersebut bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka.
Satu masalah pun terselesaikan, meski endingnya, lantaran sarung pusaka yang digunakan untuk memutus tali pusar menyatu di perut Gatotkaca, menjadi petaka saat perang Baratayuda. Waktu itu, Gatotkaca diangkat menjadi senopati dan gugur pada hari ke-15 oleh senjata Kunta yang dilemparkan Karna. Senjata Kunta Wijayandanu itu melesat menembus perut Gatotkaca melalui pusarnya dan masuk ke dalam warangkanya.
Saat berhadapan dengan Adipati Karna, sebenarnya Gatotkaca sudah tahu akan bahaya yang mengancam jiwanya. Karena itu ketika Karna melemparkan senjata Kunta, ia terbang amat tinggi. Namun senjata sakti itu terus saja memburunya, sehingga akhirnya gugur.
Akibat kejadian itu petaka bagi Karna dan Kurawa. Pasalnya, sewaktu berhadapan dengan Gatotkaca, Adipati Karna enggan menggunakan senjata Kunta, ia merencanakan hanya akan menggunakan senjata sakti itu bila nanti berhadapan dengan Arjuna. Hanya nasi sudah menjadi bubur, atas desakan Kurawa Karna menggunakan senjata Kunta, akibatnya, sesudah Gatotkaca gugur, Karna sudah tidak lagi memiliki senjata sakti yang benar-benar dapat diandalkan. Endingnya Pandawa lah yang menang di perang Baratayuda. ***