Oleh : Daryanto
” SEMUA personil wayang belum selesai membicarakan kepiawaiannya sebagai dukun sakti, kini kembali dikejutkan dengan tingkah Bagong, sosok yang ditunjuk Resi Manumanasa untuk menemani Semar, melakukan protes keras sejumlah kebijakan Raja Amarta, Yudhistira. ”
SOSOK wayang yang satu ini, Bagong atau yang juga dikenal dengan nama Bawor, terus bikin ulah menjelang pemilihan Raja di Amarta. Setelah sukses menjadi dukun sakti yang mempunyai spesialisasi ahli prediksi, namanya menjadi viral sehingga menjadi perbincangan tokoh di dunia pewayangan, karena ulah-ulahnya.
Semua personil wayang belum selesai membicarakan kepiawaiannya sebagai dukun sakti, kini kembali dikejutkan dengan tingkah Bagong, sosok yang ditunjuk Resi Manumanasa untuk menemani Semar, melakukan protes keras sejumlah kebijakan Raja Amarta, Yudhistira.
”Sudahlah Gong, mbok sebagai abdi itu mempunyai unggah ungguh kalau protes kepada Boss. Ndak baik, dan kita juga tidak tahu apa sebenarnya Bos kita mengambil beberapa keputusan yang membuat kita jengkel. Jangankan kamu, saya sendiri yang sudah momong beberapa tahun saja juga jengkel,” suatu hari Semar menasehati bayangannya, si Bagong atau Astrajingga, karena dinilai sudah kebablasan cara memprotes Bos Yudhistira.
”Kamu jangan asbun menasehati saya Mar…eh Papah Semar. Banyak tokoh yang mempersoalkan kenapa Bos kita memberi nikmat jabatan kepada orang yang jelas-jelas “ngrusuhi” selama menjabat.”
”Yang sabar, kita khan ndak tahu, jangan-jangan itu memang trik politik Sang Boss, untuk menggayuh kemenangan di pemilihan Raja yang sebentar lagi dihelat. Mbok daripada koar-koar di luar, lebih baik temui si Boss, empat mata misalnya, untuk klarifikasi, apa maksud dan tujuan memberi “kursi” kepada orang yang nyata-nyata memusuhinya.”
”Ndak Mar, saya yakin kalau tak klarifikasi pasti juga tidak mau menjelaskan. Atau gini Mar, saya tak ikut-ikut menjadi seperti orang yang saat ini diberi kursi jabatan. Siapa tahu nanti saya juga diberi jabatan empuk,” Bagong tetap ngeyel.
Tidak memberi kesempatan kepada ayahnya berbicara, Bagong lantas ngudal-ngudal peristiwa lama yang membuat dongkol para anggota Tim dan adik-adiknya Bos Yudhistira. Bagong seolah kalap, lupa bahwa memang Bosnya yang satu ini merupakan sosok yang berbudi luhur. Ia tak mau menyakiti orang lain, penyabar, tak mau mendendam, membalas keburukan dengan kebaikan, sopan santun juga pantang berbohong.
Karena sifat Yudistira yang baik hati itu, membuat Bagong protes. Karena dalam banyak peristiwa, seringkali Yudistira mengorbankan kepentingan adik-adiknya, juga orang-orang yang selama ini membaktikan diri dan pemikiran selama menjalankan pemerintahan.
Bagong juga sangat paham, jika adik-adiknya kerap geram, karena Yudhistira selalu mengalah dan rela-rela saja disakiti, sebagian ada yang membohongi oleh orang-orang, yang terus menerus jahat, mencari keuntungan sendiri atau kelompok, dengan alasan membela kebaikan. Tragisnya, orang-orang dekatnya, meski tidak aturan tertulis, seolah terikat bahwa tak boleh bertindak tanpa persetujuan Yudhistira.
Kepada Semar, Bagong mengungkit peristiwa, suatu saat Padhawa datang ke kebun buah duren di kebun Istana Hastinapura. Waktu itu, adik-adik Yudistira yang masih kecil, terutama Bima yang doyan makan duren, tentu saja ngiler untuk memetik duren. Mereka minta izin ke Yudhistira untuk memetiknya, apa jawaban Yudhistira ? ” Kalau makan duren harus rame-rame, saudara sepupu Kurawa yang jumlahnya 100 orang harus diajak.”
Celakanya, belum sempat memetik Duren, apalagi mencicipinya, karena menunggu persetujuan Yudhistira, para personil Kurawa datang dan langsung memanjatnya pohon duren rame-rame dan memakannya di atas pohon. Melihat pemandangan itu, keruwan saja, empat personil Pandawa kepengen.
Bima yang paling ngiler minta kepada Kurawa. Bukanya buah yang didapat namun kulit durian sisa yang dilemparkan ke Pandawa. Bhima geram, Ia bermaksud menggoyangkan pohon dan menjatuhkan para Kurawa yang sudah jahat sejak kecil.
Namun, Yudhistira mencegah. Ia memilih mengalah dan tak membalas perlakuan mereka, kemudian pergi. Baru ketika Dursasana menghina Pandu, ayah mereka. Yudhistira mengizinkan Bhima memberi sedikit pelajaran. Setelah itu, Kurawa dihukum. Pandawa juga dihukum. Yudhistira yang baik hati dan suka mengalah itu, menyebabkan kesengsaraan buat adik-adiknya.
”Itu khan peristiwa lama Gong, ndak usah diungkit,” Semar menyela.
”Ya nggak bisa, Mar. Mosok Bos kita tidak pernah berubah. Atas nama kebaikan, lantas mengorbankan kepentingan, perasaan orang-orang terdekat yang sejatinya sangat sayang, dan ikhlas membantu dan menasehati.”
”Ini tahun politik, Gong. Pasti ada strategi khusus yang dijalankan Si Boss. Bisa jadi dimata kita apa yang dilakukan di Bos tidak baik, tetapi demi kebaikan itu semua nekad melakukan. Sikap yang seperti itu juga sebagai bentuk sayang kepada kita-kita semua.”
Tetap tak pedulikan nasehat ayahnya, Bagong terus nyerocos tentang sejarah lampau bagaimana jahatnya orang-orang kepada Yudhistira, namun tetap saja Yudhistira melarang adik-adiknya untuk membalas kejahatan itu.
Dikatakan, peristiwa Bhima diracun, para pandawa dibakar di hutan, selalu dicurangi, selalu dipaido, tetap saja Yudhistira minta saudara-saudaranya, orang-orang terdekatnya untuk bersabar. Bima dan Arjuna yang ingin mengangkat senjata menumpas Kurawa selalu dicegah. Mereka geram dan jengkel tapi terkekang kode etik tidak boleh melawan saudara tertua.
Atas penuturan itu semua, Semar yang memang seorang tokoh yang dihormati, namun tetap rendah hati, tidak sombong, tetap sabar menghadapi sikap Bagong yang akhir-akhir ini meledak. Dengan sabar ia menasehati anak bungsunya itu. Dan memang itu sejatinya, sosok Semar yang jujur, mengasihi sesama. Bukan Semar kalau tidak memiliki banyak kelebihan tetapi tidak lupa diri karena kelebihan yang dimiliki.
Kepada Bagong, Semar yang memiliki kuncung putih di kepala yang diartikan sebagai simbol dan pikiran itu, mengatakan, bahwa dirinya yakin bahwa Bosnya Yudistira, sebagai pemimpin politik mempunyai kemampuan untuk menginspirasi serta membimbing Timnya menuju tujuan (Bersama) dalam setiap pertandingan untuk memperoleh kemenangan.
Meski, dalam beberapa hal, saat mengambil keputusan strategis dan langkah taktis akan menimbulkan resistensi dari Tim internal. Menurut Semar, sebagai seorang pemimpin Politik, Bos Yudhistira telah teruji kapasitasnya untuk menciptakan keseimbangan internal Timnya.
”Udah ya Gong, emosinya. Air mengalir, kita tetap mendoakan yang terbaik untuk Bos Kita. Tidak semua peristiwa, sejelek apapun peristiwa itu, diceritakan oleh Bos ke kita, bahkan ke isterinya sekalipun. Karena sejatinya itu merupakan strategi dan taktik untuk menyelesaikan pertandingan yang saat ini sudah dimulai,” pungkas Semar yang tetap tidak dipedulikan oleh Bagong. (Dari berbagi sumber)