Oleh : Daryanto
” PERLU diingatkan hingar bingar menyuarakan kemenangan itu jangan sampai berlarut. Segera reposisi, mendata pekerjaan “non teknis” yang harus di hadapi Bupati terpilih nanti sungguh berat,’’ pesan sobat itu. ‘’Belum lagi mengingat pekerjaan formal teknis untuk membangun Blora ke depan juga sangat besar…..”
MESKI KPU Blora belum mengumumkan hasil penghitungan suara Pilkada Blora 2020, euforia hingar bingar “syukuran” kemenangan pasangan ARTYS (Arief Rohman – Tri Yuli Setyowati) yang diusung PKB, PDI Perjuangan, PKS, Perindo dan PAN, sangat terasa di seantero Blora. Beberapa “Tim Sukses” – atau tepatnya “Relawan” bahkan menggelar “syukuran” secara mandiri.
Salah seorang sobat sempat telpon saya dan mengutarakan pendapatnya, sangat wajar jika euforia “syukuran” kemenangan Arief – panggilan Arief Rohman yang hingga saat ini masih menjabat sebagai Wakil Bupati Blora itu. Dan diperkirakan hingga dua pekan ke depan kondisi itu masih akan berlangsung.
‘’Hanya kalau bisa diingatkan hingar bingar menyuarakan kemenangan itu jangan sampai berlarut. Segera reposisi, mendata pekerjaan “non teknis” yang harus di hadapi Bupati terpilih nanti sungguh berat,’’ pesan sobat itu. ‘’Belum lagi mengingat pekerjaan formal teknis untuk membangun Blora ke depan juga sangat besar.’’
Diketahui, meski diwarnai dengan adanya pemungutan suara ulang di salah satu TPS di wilayah Cepu karena terindikasi ada pelanggaran, sambil menunggu hasil penghitungan resmi perolehan suara masing-masing Paslon di Pilkada Blora oleh KPU Blora, berdasarkan hasil penghitungan cepat yang dilakukan DPC PDIP Blora, dapat dikatakan kemenangan Artys hampir pasti.
Diketahui hasil hitung cepat sementara dari DPC PDIP Blora di Pilkada Blora menyebut, pasangan ARTYS (Arief Rohman – Tri Yuli Setyowati) yang diusung PKB, PDI Perjuangan, PKS, Perindo dan PAN memperoleh 314.638 ( 57% ) suara dari total 548.723 suara.
Menurut Ketua DPC PDI Blora, HM. Dasum, dari 2.198 TPS yang ada di Blora, data sudah masuk seratus persen. Hasilnya, untuk Paslon No. 01 – ASRI (Drs.Dwi Astutiningsih dan Reza Yudha ) sebanyak 15.033 ( 3% ), Paslon No. 02 – ARTYS (H. Arief Rohman, MSi dan Tri Yuli Setyowati ST MM) memperoleh 314.638 ( 57% ) dan Paslon No.03 – UMAT (Dra.Umi Kulsum dan Agus Sugianto SE) memperoleh 219.052 ( 40% ).
Ketika saya kejar apa itu pekerjaan non teknis yang berat itu ? Sobat saya menyebutkan, salah satunya adalah bagaimana Bupati Blora terpilih nanti harus mengakomodasi “keinginan” para relawan atau “pendarat” yang selama ini telah bekerja berat untuk untuk memenangkan di kontestasi Pilkada.
Agak “ngeh” apa yang dimaksud oleh sahabat saya itu. Merupakan sebuah kewajaran dan sangat besar dimungkinkan, jika para relawan yang selama ini membantu perjuangan Arief dan Etik mempunyai beraneka ragam harapan. Mulai akan minta bagian proyek, jabatan, mulai dari skala kecil, menengah dan bahkan besar.
Hal itu merupakan sebuah keniscayaan yang tidak hanya dipikirkan oleh Bupati terpilih, melainkan harus dilaksanakan. Karena tidak menutup kemungkinan pula, jika keinginan atau ekspektasi para “pendarat” itu tidak terpenuhi, ke depan akan menimbulkan “kegaduhan”. Bahkan tidak menutup kemungkinan muncul banyak kekecewaan yang ujung-ujungnya akan muncul pula ajian “titenonoh”.
Keseimbangan
Sobat lain ketika diskusi kecil-kecilan, mengemukakan, sebenarnya pekerjaan “non teknis” yang dikatakan berat itu akan terselesaikan atau ada solusi manakala masing-masing pihak sepakat bahwa sudah saatnya Blora berubah. Bagi “pendarat” juga menghilangkan faktor ego pribadi maupun kelompok sementara bagi Bupati terpilih juga tidak harus merasa gengsi mau “taren” atau bertanya pada orang yang lebih tahu, soal bagaimana mengakomodasi harapan bagi para “pendarat”.
Kepada para pendarat, mestinya mau mengedepankan unsur “sak madyo”. Artinya keinginan untuk bisa mendapatkan balas budi jabatan misalnya, atau keinginan untuk bisa ikut bekerja dalam rangka survive – juga mau tahu bahwa pekerjaan non teknis skala besar yang harus diselesaikan oleh Bupati terpilih cukup banyak.
Istilahnya, banyak pihak yang akan membuat perhitungan atau memikirkan apa yang akan didapat atau istilah bahasa prokem Blora mulai membicarakan “berghoteng”. Dalam konteks ini “pendarat” juga harus memahami hal itu. Istilahnya ngono yo ngono neng ya ojo ngono. Ini penting dalam rangka untuk mengingatkan bahwa saatnya Blora berubah menuju yang lebih cerah.
Bagaimana dengan sikap Bupati – Wakil Bupati terpilih ? Di era digital saat ini, sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan dalam rangka mengakomodasi pekerjaan rumah (PR) non teknis itu. Semua itu supaya jangan sampai PR non teknis itu menyandera kepemimpinannya menata dan membangun Blora ke depan.
Salah satunya dengan copy paste wisdom Bupati sebelumnya – dengan catatan menerapkan hal yang baik dan meninggalkan yang kurang pas dan selama ini menimbulkan kelompok tertentu iri sehingga memunculkan prinsip “titenonoh”. Salah satu ekspektasi standar dari sebagian pendarat itu adalah mereka ingin survive – hanya ekspektasi itu hendaknya jangan sampai menyandera Bupati terpilih dalam menjalankan roda kepemimpinan sekitar 4 tahun ke depan.
Sekedar diketahui, Bupati dan Wakil Bupati terpilih hasil pemilihan kepala daerah tahun 2020 ini, diperkirakan hanya menjabat 4 tahun. Sebab di tahun 2024 nanti bakal kembali di gelar pilkada serentak – sesuai UU nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada menyebutkan pilkada serentak semua provinsi dan kabupaten atau kota akan dilaksanakan pada 2024 kemudian hasil pilkada serentak itu dilantik di tahun 2025.
Pertanyaannya, bukankah para “pendarat” di Pilkada Blora tahun 2020 ini ingin jagonya akan mengulang sukses di Pilkada Blora 2024 mendatang. Demikian juga bagi Bupati terpilih jangan berdalih air mengalir, tentu juga ingin mengulang sukses saat helatan Pilkada di tahun 2024.
Untuk itu sebuah kebutuhan yang mendasar bagi Bupati terpilih bahwa sejak dilantik kelak, butuh Tim Khusus untuk menjaga keseimbangan antara keinginan para “pendarat” dan sikap yang yang harus diambil oleh pemangku jabatan. (Bersambung)